Nama : Dimas Rizky Akbary
NPM : 1306371400
Tugas : Filsafat Lingkungan (Pembahasan Etika Tanah)
Sebenarnya membahas tentang etika tanah dari cara pandang
atau pemikiran Aldo Leopod adalah tentang bagaimana kita dapat memberika suatu
tindakan etis kepada tanah (alam). Jika selama ini tanah hanya dianggap sebagai
suatu komoditas yang siap pakai oleh banyak manusia, maka hal tersebut dianggap
sebagai cara berpikir yang dangkal.
Hal
tersbut dianalogikan seperti Oydisseus yang memiliki banyak budak wanita siap
pakai dan selalu melayani kehendaknya. Dan bila salah satu dari budak ini
melakukan kesalahan maka budak ini akan dihukum semaunya layaknya barang.
Point
penting dari pembahasan ini adalah munculnya pertanyaan yang masih membuat saya
bingung untuk menjawabnya. Jika dilihat dari cerita Oydisseus ini, sebenarnya
kurang tepat jika dijadikan sebagai analogi untuk membahas tanah. Jika kita
ingin memberika suatu nilai etis kepada seorang budak misalkan, tentu kita
dapat mengerti nilai dari tindakan tersebut melihat sang penerima tindakan akan
memberikan efek balik ke pemberi yaitu ekspresi, emosi, serta tindakan
memberontak misalnya. Namun jika kita lihat penerima dari nilai etis itu adalah
suatu intensitas tanpa kesadara yang bahkan kita tidak tahu bentuk dari ekspersi
yang dia berikan ketika kita mempergunakannya, maka apa gunanya?
Jika
kita menganggap bahwa tanah (Alam) adalah suatu bagian dari diri manusia karena
manusia itu sendiri adalah bagian dari alam, dan tindaknya adalah dengan
meperlakukan tanah tidak sebagai suatu barang atau komoditas, tetapi lebih
menganggap bahwa tanah adalah sebuah kesatuan dengan manusia (komunitas
biotik). Argumennya dari Leopod adalah ‘’apa yang kita perbuat ke tanah (alam)
juga akan memiliki dampak kepada manusia’’. Sederhanannya, dia ingin bahwa
etika tidak hanya berurusan dengan apa yang memiliki kesadaran saja, tetapi
etika juga harus mengalami evolusi yang lebih luas, sehingga tanah (alam) tidak
lagi sekedar diperlakukan sebagai suatu barang yang diperebutkan hak kepemilikannya.
Jika
dari argument penulis sendiri mengenai pembahasan tanah ini, penulis merasa
adanya suatu pemikiran yang lebih baik untuk menanggapi persoalan etis antara
manusia dengan tanah. Tanah merupakan suatu bentukan ketersediaan yang apa
adanya, salah satu spesies yang dapat dikatakan mendominasi di atas permukaan
tanah adalah manusia, telah melakukan banyak hal setelah kemunculannya. Mulai
dari tempat tinggal, peradaban, kebudayaan, hingga menjadi persoalan politik
dan ekonomi, tanah telah setia mengikuti semua perjalanan itu.
Cara
pandang penulis dalam menanggapi pembahasan ini adalah tentang kontekstualitas,
mengingat bahwa etika adalah suatu bidang yang berurusan dengan nilai dan
tindakan berdasarkan konteks situasi dalam suatu ruang lingkup. Menanggapi
persoalan tanah, seharusnya manusia sebagai suatu spesies yang cukup
mendominasi tanah dapat mengerti mempergunakan tanah dalam konteks kebutuhan
seperlunya, bukan property yang berlebihan. Tanah adalah sebaik-baiknya
tindakan si manusia itu sendiri. Jika selama ini si manusia selalu menganggap
bahwa apa yang terjadi kepada tanah merupakan factor geologi, geografi, serta
cara pandang yang menganggap bahwa tanah adalah kaku dan dapat dijelaskan
secara teori, maka pada dasarnya pembentukan tanah yang bergeser atau berubah
merupakan suatu bentuk pemberontakkan. Tanah memberikan suatu gambaran ekspresi
tidak dengan suatu cara langsung yang dapat dipahami, namun lebih dalam bentuk
suatu kekakuan lambat yang setiap gerakannya dapat dijelaskan setelah
dipelajari oleh manusia, tanpa disadari pada dasarnya manusia ataupun spesies
lainnya merupakan dasar dari efek panjang yang akhirnya diberikan kepada
spesies itu sendiri di permukaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar