Kamis, 03 Maret 2016

Pembahasan Singkat Mengenai Etika Tanah

Nama : Dimas Rizky Akbary
NPM : 1306371400
Tugas : Filsafat Lingkungan (Pembahasan Etika Tanah)

            Sebenarnya membahas tentang etika tanah dari cara pandang atau pemikiran Aldo Leopod adalah tentang bagaimana kita dapat memberika suatu tindakan etis kepada tanah (alam). Jika selama ini tanah hanya dianggap sebagai suatu komoditas yang siap pakai oleh banyak manusia, maka hal tersebut dianggap sebagai cara berpikir yang dangkal.
Hal tersbut dianalogikan seperti Oydisseus yang memiliki banyak budak wanita siap pakai dan selalu melayani kehendaknya. Dan bila salah satu dari budak ini melakukan kesalahan maka budak ini akan dihukum semaunya layaknya barang.
Point penting dari pembahasan ini adalah munculnya pertanyaan yang masih membuat saya bingung untuk menjawabnya. Jika dilihat dari cerita Oydisseus ini, sebenarnya kurang tepat jika dijadikan sebagai analogi untuk membahas tanah. Jika kita ingin memberika suatu nilai etis kepada seorang budak misalkan, tentu kita dapat mengerti nilai dari tindakan tersebut melihat sang penerima tindakan akan memberikan efek balik ke pemberi yaitu ekspresi, emosi, serta tindakan memberontak misalnya. Namun jika kita lihat penerima dari nilai etis itu adalah suatu intensitas tanpa kesadara yang bahkan kita tidak tahu bentuk dari ekspersi yang dia berikan ketika kita mempergunakannya, maka apa gunanya?
Jika kita menganggap bahwa tanah (Alam) adalah suatu bagian dari diri manusia karena manusia itu sendiri adalah bagian dari alam, dan tindaknya adalah dengan meperlakukan tanah tidak sebagai suatu barang atau komoditas, tetapi lebih menganggap bahwa tanah adalah sebuah kesatuan dengan manusia (komunitas biotik). Argumennya dari Leopod adalah ‘’apa yang kita perbuat ke tanah (alam) juga akan memiliki dampak kepada manusia’’. Sederhanannya, dia ingin bahwa etika tidak hanya berurusan dengan apa yang memiliki kesadaran saja, tetapi etika juga harus mengalami evolusi yang lebih luas, sehingga tanah (alam) tidak lagi sekedar diperlakukan sebagai suatu barang yang diperebutkan hak kepemilikannya.
Jika dari argument penulis sendiri mengenai pembahasan tanah ini, penulis merasa adanya suatu pemikiran yang lebih baik untuk menanggapi persoalan etis antara manusia dengan tanah. Tanah merupakan suatu bentukan ketersediaan yang apa adanya, salah satu spesies yang dapat dikatakan mendominasi di atas permukaan tanah adalah manusia, telah melakukan banyak hal setelah kemunculannya. Mulai dari tempat tinggal, peradaban, kebudayaan, hingga menjadi persoalan politik dan ekonomi, tanah telah setia mengikuti semua perjalanan itu.
Cara pandang penulis dalam menanggapi pembahasan ini adalah tentang kontekstualitas, mengingat bahwa etika adalah suatu bidang yang berurusan dengan nilai dan tindakan berdasarkan konteks situasi dalam suatu ruang lingkup. Menanggapi persoalan tanah, seharusnya manusia sebagai suatu spesies yang cukup mendominasi tanah dapat mengerti mempergunakan tanah dalam konteks kebutuhan seperlunya, bukan property yang berlebihan. Tanah adalah sebaik-baiknya tindakan si manusia itu sendiri. Jika selama ini si manusia selalu menganggap bahwa apa yang terjadi kepada tanah merupakan factor geologi, geografi, serta cara pandang yang menganggap bahwa tanah adalah kaku dan dapat dijelaskan secara teori, maka pada dasarnya pembentukan tanah yang bergeser atau berubah merupakan suatu bentuk pemberontakkan. Tanah memberikan suatu gambaran ekspresi tidak dengan suatu cara langsung yang dapat dipahami, namun lebih dalam bentuk suatu kekakuan lambat yang setiap gerakannya dapat dijelaskan setelah dipelajari oleh manusia, tanpa disadari pada dasarnya manusia ataupun spesies lainnya merupakan dasar dari efek panjang yang akhirnya diberikan kepada spesies itu sendiri di permukaan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar