Kamis, 03 Maret 2016

Pembahasan Singkat Manusia dan Agama

Nama : Dimas Rizky Akbary
NPM : 1306371400
Tugas : Filsafat Manusia (Penting atau Tidaknya Sistem Agama Bagi Kehidupan Manusia?)

            Bicara tentang manusia dan agama adalah suatu hal sepertinya sudah sangat biasa kita dengar dan perbincangkan dilingkup social. Beberapa orang memiliki cara pandang meeka sendiri mengenai manusia, tentu mayoritas pasti menggunakan pemikiran dasarnya berupa agama. Namun apakah sebenarnya agama itu? Mayoritas beberapa orang selalu menggunakan tolak ukur dari institusi ini (agama masing-masing), yang dimana ini menjadi perdebatan yang cukup membingungkan tentang siapa sebenarnya manusia dan bagaimana perannya dalam kehidupan. Apakah agama segitu pentingnya terhadap manusia? Apakah agama memiliki peran yang tidak bisa ditolak oleh manusia? Dan apa yang membuat manusia begitu perlu dengan agama?. Maka pada pembahasan kali ini, jika menggunakan dari pola pikir penulis, maka sebaiknya kita mundur terlebih dahulu ke sejarahnya, tentang manusia dan bagaimana munculnya agama.
            Manusia, pada dasarnya adalah satu entitas dari semuanya, namun memiliki beragam eksistensi. Mahluk ini memiliki rasa perotes dan berontak yang luar biasa, namun ingin diam dan damai, yang mana penulis tahu kalau itu salah satu bentuk dari paradoksnya. Mahluk ini mengakui bentuk wujudnya disebut manusia adalah pertama kali pada sekitar 200.000 tahun yang lalu di benua Afrika. Singkatnya manusia pada saat itu, tanpa mereka sadari atau tidak, perlahan mulai mengembangkan komunikasi. Komunikasi ini tidak hanya sebatas antara kaum mereka, tetapi juga terjadi antara diri mereka ke realitas dan ke diri mereka sendiri.
            Pada masa perkembangan ini, rasa yang sekarang manusia sekarang sebut “bingung” mulai muncul. Ketidak tahuan mereka akan sesuatu mulai melatih dan mengembangkan daya imajinasi dari gambaran realitas. Perlahan-lahan informasi dari realitas yang mereka serap mulai disusun membentuk pola dalam pikirannya, dan  bentuk dari pola pemikiran pada saat inilah yang pada akhirnya menghasilkan berbagai macam keyakinan hingga berkembang sampai sekarang.
            Salah satu bentuk keyakinan yang populer dipegang teguh oleh mayoritas mahluk ini adalah keyakinan akan adanya sesuatu diluar dirinya yang luar biasa hebat dan sangat dipuja, sebut saja “tuhan”. Yang dimana sesuatu ini bahkan sebenarnya tidak dimengerti oleh mahluk ini, namun agar sesuatu ini tetap dipercaya dan eksistensi sang mahluk yang salah satunya senang menjadi pusat perhatian, maka mulai dikembangkanlah sesuatu ini menjadi narasi yang menarik.
            Singkatnya, beberapa efek dari sang pengembang narasi ini mulai mendapatkan perhatian khusus serta perlakuan. Misalnya, dianggap sebagai tangan kanan tuhan atau seseorang yang dipercaya sebagai pembawa pesan tuhan. Narasi dari sang pengembang inilah yang nantinya menyebar keseluruh penjuru bumi sampai dan bertemu dengan sang pengembang dan narasi-narasi lainnya yang nantinya narasi ini mengalami reduksi, perubahan, penambahan, intepretasi, dan lain-lain, atas dasar ketidak puasan atau ketidak cocokan dengan kondisi saat itu. Yang dimana beberapa bentuk dari narasi memiliki kemiripan tentang adanya dewa-dewa dan manusia-manusia pertama seperti, Adam dan Hawa, Adam dan Eva, Surt dan Ymir, Bor dan Bestla, Mashya dan Mashyanag, Apsu dan Tiamat, Shu dan Geb, dan lain-lain.
            Kepopuleran narasi ini terus berkembang dengan banyaknya para manusia yang datang dan pergi ke suatu tempat yang nantinya juga berakibat pada munculnya system keyakinan baru dan pada akhirnya membentuk berbagai macam institusi keyakinan seperti sekarang ini.
            Lalu dari sini penulis akan melanjutkan tentang beberapa pertanyaan diawal. Pada intinnya, bagi penulis, agama sebenarnya tidak begitu penting, tetapi perlu untuk beberapa kalangan mayoritas. Ketidak sanggupan mayoritas untuk menolak agama adalah karena mereka masih memiliki rasa takut, cemas, dan pola pikir yang turun temurun di doktrin dengan narasi tersebut. Perlunya instusi keyakinan ini adalah untuk menata yang mayoritas ini agar memiliki arah atau panutan sehingga mengurangi tindak kekacauan dalam realitas.
            Namun dari penulis sendiri, secara pribadi sebenarnya tidak lagi membutuhkan institusi tersebut. Hal ini dikarenakan penulis telah sanggup untuk menerima semua bentuk realitas tanpa adanya delusi. Penulis percaya bahwa yang membentuk dirinya adalah dirinya sendiri, keberadaan dirinya adalah keterimaan dirinya terhadap realitas akan dirinya sendiri. Semua tindakan, pilihan, serta berbagai macam bentuk lainnya merupakan hasil dari dirinya sendiri yang mengetahui adanya realitas sebagaimana adanya, resiko akan tindakan, harga yang harus dibayar atau pertukatan setara, dan lain-lainnya. Sehingga pada akhirnya penulis tidak lagi terperangkap dalam delusi tentang apa yang disebut tuhan, dosa, surga, neraka dan lain-lain.
           

Referensi :
Buku “siapakah manusia” dari Louis leahy

Bahan bacaan kuliah filsafat manusia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar