Nama : Dimas Rizky Akbary
NPM : 1306371400
Tugas : Filsafat Manusia (Penting atau Tidaknya
Sistem Agama Bagi Kehidupan Manusia?)
Bicara tentang manusia dan agama adalah suatu hal
sepertinya sudah sangat biasa kita dengar dan perbincangkan dilingkup social. Beberapa
orang memiliki cara pandang meeka sendiri mengenai manusia, tentu mayoritas
pasti menggunakan pemikiran dasarnya berupa agama. Namun apakah sebenarnya
agama itu? Mayoritas beberapa orang selalu menggunakan tolak ukur dari
institusi ini (agama masing-masing), yang dimana ini menjadi perdebatan yang
cukup membingungkan tentang siapa sebenarnya manusia dan bagaimana perannya
dalam kehidupan. Apakah agama segitu pentingnya terhadap manusia? Apakah agama
memiliki peran yang tidak bisa ditolak oleh manusia? Dan apa yang membuat manusia
begitu perlu dengan agama?. Maka pada pembahasan kali ini, jika menggunakan
dari pola pikir penulis, maka sebaiknya kita mundur terlebih dahulu ke
sejarahnya, tentang manusia dan bagaimana munculnya agama.
Manusia, pada dasarnya adalah satu entitas dari semuanya,
namun memiliki beragam eksistensi. Mahluk ini memiliki rasa perotes dan
berontak yang luar biasa, namun ingin diam dan damai, yang mana penulis tahu
kalau itu salah satu bentuk dari paradoksnya. Mahluk ini mengakui bentuk
wujudnya disebut manusia adalah pertama kali pada sekitar 200.000 tahun yang
lalu di benua Afrika. Singkatnya manusia pada saat itu, tanpa mereka sadari
atau tidak, perlahan mulai mengembangkan komunikasi. Komunikasi ini tidak hanya
sebatas antara kaum mereka, tetapi juga terjadi antara diri mereka ke realitas
dan ke diri mereka sendiri.
Pada masa perkembangan ini, rasa yang sekarang manusia
sekarang sebut “bingung” mulai muncul. Ketidak tahuan mereka akan sesuatu mulai
melatih dan mengembangkan daya imajinasi dari gambaran realitas. Perlahan-lahan
informasi dari realitas yang mereka serap mulai disusun membentuk pola dalam
pikirannya, dan bentuk dari pola
pemikiran pada saat inilah yang pada akhirnya menghasilkan berbagai macam
keyakinan hingga berkembang sampai sekarang.
Salah satu bentuk keyakinan yang populer dipegang teguh
oleh mayoritas mahluk ini adalah keyakinan akan adanya sesuatu diluar dirinya
yang luar biasa hebat dan sangat dipuja, sebut saja “tuhan”. Yang dimana
sesuatu ini bahkan sebenarnya tidak dimengerti oleh mahluk ini, namun agar
sesuatu ini tetap dipercaya dan eksistensi sang mahluk yang salah satunya
senang menjadi pusat perhatian, maka mulai dikembangkanlah sesuatu ini menjadi
narasi yang menarik.
Singkatnya, beberapa efek dari sang pengembang narasi ini
mulai mendapatkan perhatian khusus serta perlakuan. Misalnya, dianggap sebagai
tangan kanan tuhan atau seseorang yang dipercaya sebagai pembawa pesan tuhan. Narasi
dari sang pengembang inilah yang nantinya menyebar keseluruh penjuru bumi
sampai dan bertemu dengan sang pengembang dan narasi-narasi lainnya yang
nantinya narasi ini mengalami reduksi, perubahan, penambahan, intepretasi, dan
lain-lain, atas dasar ketidak puasan atau ketidak cocokan dengan kondisi saat
itu. Yang dimana beberapa bentuk dari narasi memiliki kemiripan tentang adanya
dewa-dewa dan manusia-manusia pertama seperti, Adam dan Hawa, Adam dan Eva,
Surt dan Ymir, Bor dan Bestla, Mashya dan Mashyanag, Apsu dan Tiamat, Shu dan
Geb, dan lain-lain.
Kepopuleran narasi ini terus berkembang dengan banyaknya
para manusia yang datang dan pergi ke suatu tempat yang nantinya juga berakibat
pada munculnya system keyakinan baru dan pada akhirnya membentuk berbagai macam
institusi keyakinan seperti sekarang ini.
Lalu dari sini penulis akan melanjutkan tentang beberapa
pertanyaan diawal. Pada intinnya, bagi penulis, agama sebenarnya tidak begitu
penting, tetapi perlu untuk beberapa kalangan mayoritas. Ketidak sanggupan
mayoritas untuk menolak agama adalah karena mereka masih memiliki rasa takut,
cemas, dan pola pikir yang turun temurun di doktrin dengan narasi tersebut.
Perlunya instusi keyakinan ini adalah untuk menata yang mayoritas ini agar
memiliki arah atau panutan sehingga mengurangi tindak kekacauan dalam realitas.
Namun dari penulis sendiri, secara pribadi sebenarnya
tidak lagi membutuhkan institusi tersebut. Hal ini dikarenakan penulis telah
sanggup untuk menerima semua bentuk realitas tanpa adanya delusi. Penulis
percaya bahwa yang membentuk dirinya adalah dirinya sendiri, keberadaan dirinya
adalah keterimaan dirinya terhadap realitas akan dirinya sendiri. Semua
tindakan, pilihan, serta berbagai macam bentuk lainnya merupakan hasil dari
dirinya sendiri yang mengetahui adanya realitas sebagaimana adanya, resiko akan
tindakan, harga yang harus dibayar atau pertukatan setara, dan lain-lainnya. Sehingga
pada akhirnya penulis tidak lagi terperangkap dalam delusi tentang apa yang
disebut tuhan, dosa, surga, neraka dan lain-lain.
Referensi
:
Buku
“siapakah manusia” dari Louis leahy
Bahan
bacaan kuliah filsafat manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar