Senin, 23 Februari 2015

Filsafat Islam (ringkasan dan initisari dari lembaran Chapter 1 : The meaning and concept of philosophy in islam)

Nama : Dimas rizky Akbary

Tugas : Filsafat Islam (ringkasan dan initisari dari lembaran Chapter 1 : The meaning and concept of philosophy in islam)
Dalam pembahsan filsafat islam kali ini saya akan membahas tentang lembaran yang diberikan dari dosen yang berjudul "The meaning and concept of philosophy in islam" atau artinya adalah "Definisi dan konsep filsafat dalam islam". Dalam lembaran ini berisi tentang uraian pemahaman para filosof Muslim tentang definisi dan arti konsep filsafat serta istilah hikmah dan falsafah. Tentu saja pemahaman ini juga mencakup apa yang dipahami oleh bangsa Yunani tentang istilah philosophia dan beberapa definisi dari sumber-sumber Yunani, agar dapat diketahui bagaimana istilah dan definisi tersebut masuk ke dalam Bahasa Arab.

Beberapa definisi dari sumber-sumber Yunani yang dikenal kalangan filosof Muslim adalah :
1. Filsafat (al-falsafah) adalah pengetahuan tentang segala eksistensi (keberadaan) sebagaimana ia ada.
2. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang seluruh hal yang sakral dan profan.
3. Filsafat adalah mencari perlindungan dalam kematian, yang berarti, mencintai kematian itu sendiri
4. Filsafat adalah berusaha menjadi seperti-Tuhan dalam batas kemampuan manusia.
5. Filsafat adalah adalah seni dari segala seni dan ilmu dari segala ilmu.
6. Filsafat adalah sinonim dari hikmah.
Para Filosof Muslim mengkompromikan definisi-definisi filsafat yang mereka peroleh dari sumber-sumber klasik ini dengan apa yang mereka kenal dalam istilah Qur`ani sebagai Hikmah, seraya meyakini bahwa asal hikmah itu sendiri adalah suci. Filosof Muslim pertama, Abu Ya’qub al-Kindi menulis dalam bukunya “ On First Philosophy “ yang menjelaskan bahwa Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang realita segala sesuatu dalam batas kemampuan manusia, karena orientasi filosof dalam pengetahuan teoretis adalah untuk mendapatkan kebenaran, dan dalam pengetahuan praktis adalah berprilaku sesuai dengan kebenaran. Para filsuf lainnya seperti Al-Farabi yang menyetujui pengertian ini, juga menambahkan pembedaan antara filsafat yang didasari oleh kepastian seperti halnya demonstrasi, dan filsafat yang didasari oleh opini seperti halnya dialektika dan sophistry. Beliau juga bersikeras menyatakan bahwa filsafat adalah induk dari segala ilmu pengetahuan dan berkaitan dengan segala sesuatu yang ada.
Dalam lembaran ini ada perdebatan menarik antara Suhrawardi dan Mulla Sadra yang merupakan filsuf islam pada masa itu. Bersama Suhrawardi kita tidak hanya memasuki era baru, namun juga alam lain dari filsafat Islam. Suhrawardi melihat adanya “hikmah” dalam Yunani kuno sebelum berkembangnya rasionalisme Aristotelian dan memaknai hikmah sebagai perilaku keluar dari tubuh fisik dan naik ke alam cahaya, seperti yang dilakukan oleh Plato. Gagasan yang sama juga ditemukan di seluruh karya-karyanya, dan ia bersikeras bahwa level hikmah tertinggi memerlukan penyempurnaan akal teoretis sekaligus penyucian jiwa.
Sedangkan Mulla Saddra tidak hanya terdapat sintesis berbagai macam aliran pemikiran Islam awal, tapi juga sintesis berbagai pandangan awal tentang makna kata “hikmah” dan konsep filsafat. Pada permulaan Asfar dia menulis, seraya mengulang beberapa pandangan dan menyimpulkan beberapa definisi awal, “Filsafat adalah menyempurnakan jiwa sampai pada tingkat kemampuan manusia melalui pengetahuan tentang realitas esensial dari segala sesuatu, dan dengan penilaian terhadap eksistensi mereka, didasari dengan bukti kuat dan tidak hanya diperoleh lewat opini atau peniruan. Kemudian di dalam buku al-Syawâhid al-Rububiyyah, dia menambahkan, “[dengan hikmah] seseorang menjadi (layaknya) alam pemikiran yang menggambarkan alam nyata dan mirip dengan image atas eksistensi universal”.
Mulla Sadra menerima makna “hikmah” yang dipahami oleh Suhrawardi dan kemudian memperluas makna filsafat hingga mencakup dimensi iluminasi dan kesadaran yang diperoleh melalui isyrâq serta pemahaman sufi atas istilah tersebut. Baginya dan tokoh-tokoh sezamannya, serta para pendahulunya, filsafat dipandang sebagai pengetahuan utama tentang ketuhanan yang dicapai melalui derajat kenabian. Konsep filsafat yang berkaitan dengan pencapaian kebenaran tentang asal segala wujud dan menggabungkan pengetahuan akal dengan penyucian dan penyempurnaan wujud diri manusia ini, berlaku sampai sekarang di manapun tradisi filsafat Islam berlanjut, dan pada kenyataannya, telah menjadi representasi tradisi filsafat Islam yang paling sempurna hingga hari ini.










Filsafat Sosial (Review bahan bacaan "Social ontology" dari John R. Searle) versi 2

Nama : Dimas Rizky Akbary

Tugas : Filsafat Sosial (Review bahan bacaan "Social ontology" dari John R. Searle)

1. Jaminan Ilmu Sosial
Tugas filsfat sosial ini adalah review dari suatu pembasan mengenai ontologi sosial yang dibahas oleh John R. Searle. Dalam penjelasanya ini dia mengemukakan bahwa ontologi sosial berangkat dari adanya fakta-fakta sosial, mengapa dikatakan fakta sosial? Kita tau bahwa suatu fakta dalam realita sering sekali terjadi dimana-mana dan kapanpun, seperti halnya matahari yang setiap pagi terbit atau ayam yang setiap pagi berkokok, air yang jatuh dari langit atau yang biasa sebut hujan, uang yang dipakai untuk membeli barang, dan berbagai fakta lainnya yang selalu terjadi disekitar kita. Namun ada yang membedakan antara beberapa hal tersebut, ada yang disebut dengan fakta independen dan fakta agen.
Fakta independen adalah suatu fakta yang berdiri sendiri yang merupakan perwujutan dari sebab akibat, seperti jika "A" maka "B" atau jika hujan maka jalan basah. Sedangkan fakta agen adalah fakta yang membutuhkan adanya agen sosial yaitu manusia, seperti uang, negara, sebuah band, grup basket ataupun hal-hal lainnya yang membutuhkan agen sosial didalamnya yaitu manusia.
Jadi bagi Searle untuk dapat mengetahui ontologi sosial kita harus dapat memahami dulu tentang bahasa manusia ini, menemukan aturan-aturan dalam bahasa serta fungsi fundamentalnya. Ada dua hal adalam pemilahan statmen yaitu objektif dan subjektif, dimana yang objektif adalah suatu statmen yang begitu adanya seperti contohnya "saya yang lahir pada tanggal 29 maret" statmen tersebut sudah merupakan statmen ojektif karena emeng seprti itu adanya sedangkan statmen subjektif adalah statmen yang berasal dari luar atau pendapat orang lain, contonya seperti "adik saya yang lebih pintar dari saya". Lalu dari sisi ontologi dalam statmen tersebut dapat dibagi lagi menjadi ontologi subjektif dan objektif dimana yang objektif adalah suatu hal yang independen seperti ada kucing dan tikus disana, hal ini tidaklah membutuhkan adanya peran tambahan dalam statmen tersebut. Berbeda dengan ontologi subjektif yang membutuhkan peran lain didalamnya, contohnya seperti ungkapan perasaan atau insting yang dimana hal ini memerlukan dan tergantung dengan adanya peran sesuatu terlebih dahulu didalamnya.
Lalu dalam sisi epistemologinya ada yang disebut dengan dengan epistemic sense, yaitu suatu statmen yang dimana itu diakui sebagai ontologi objektif namun dapat berperan menjadi ontologi subjektif. Contohnya seperti uang, hampir setiap orang pasti tau kalo lembaran kertas berwajah pahlawan, atau presiden dan memiliki nilai nominal merupakan uang. Hal ini berlaku objektif bagi semua orang, namun peran uang ini dapat dijadikan sebagai alat tukar dalam berbagai kebutuhan seperti membeli barang, makanan, dan kebutuhan lainnya, inilah ontologi subjektif tadi yang dimana didalam uang tersebut terdapat peran yang diberikan atau yang disebut dengan human attitude.  
2. Struktur Logis Sosial
Pembahsan lanjutan dari jaminan sosial tadi merujuk pada pembahasan struktur logis sosial dimana Searle menganggap bahwa suatu ontologi sosial memiliki sebuah struktur logis karena adanya attitude tadi yang merupakan hasil dari realitas sosial. Dalam pembahasannya kali ini Searle menjelaskan bahwa seringkali kita melihat ada banyaknya perbedaan bentuk dalam fakta sosial padahal jika dilihat lebih dalam lagi mereka semua mempunya suatu struktur logis yang simpel. Seperti halnya pada api unggun dan batang besi berkarat, secara lintas kita melihat bahwa kedua hal itu adalah dua fakta yang berbeda, dimana yang satu adalah api menyala panas yang muncul dari kayu terbakar sedangkan yang satu lagi ada suatu besi panjang berkarat, namun dua hal tersebut memilki satu penjelasan simpel yaitu, oksidasi. Hal seperti itu juga sama dalam fakta-fakta sosial yang sering kita temukan, seperti halnya sebuah uang kertas bernilai sepuluh ribu dengan sebuah girl band. Kedua hal itu  memang juga tampak berbeda namun memiliki satu hal yang sama yaitu fungsi status yang dibuat oleh suatu pihak tertentu.
Ada tiga hal penting dalam pembahasan sosial ini yaitu apa yang disebut dengan collectivite intentionality, assignment function dan constitutive rules and procedure. Pertama collectivite intentionality adalah suatu status mental yang diarahkan untuk suatu objek, atau tentang sesuatu yang dibagi oleh beragam individu itu. Lalu yang kedua assignment function adalah suatu beban fungsi yang diberikan untuk kepentingan orang-orang yang terlibat dalam kepentingan tersebut. Sedangkan yang terakhir constitutive rules and procedure adalah suatu aturan yang dihasilkan oleh satu dan dua hal tadi.
Dalam setiap spesies memiliki kemampuan dalam berkerja sama untuk bertahan hidup dalam kebersamaan itu sehingga menyebabkan diperlukan munculnya suatu pembagian kewajiaban atau attitude yang berbeda-beda namun tetap dengan tujuan yang sama. Hal ini adalah yang disebut dengan collective intentionality tadi, dimana hal ini dapat menjadi peran penting dalam teori-teori sosial yang menyatakan adanya tindakan dan kewajiban berbeda-beda dalam sauatu komunitas namun dengan tujuan yang sama. Contohnya seperti permainan sepak bola dimana ada yang disebut kiper, pemain penyerang dan pemain bertahan, peran mereka berbeda-beda dalam permainan itu dimana kipper tugasnya adalah menghalangi bola yang masuk ke gawang, pemain penyeranga adalah orang-orang yang berusaha membawa bola ke gwang lawan dan pemain bertahan berperan sebagai dinding pertahanan untuk menghalangi pemain lawan masuk ke bagian mereka, dari sekian banyak peran tersebut itu semua adalah sebagian dari bagian dalam permainan sepak bola, yang artinya mereka semua sedang melakukan sesuatu dari bagian dalam sepak bola tersebut dengan tujuan yang sama yaitu mencetak goal atau menang dari tim lawan.
Dalam permain sepak bola itu diperlukan adanya pembagian peran atau beban pada setiap individu demi suatu keterarahan tujuan. Dalam setiap individu yang terlibat dalam sepak bola tadi atau colletive intentionality tersebut menghasilkan yang disbut dengan assignment function yang dibebankan secara kolektif dan menghasilkan fungsi status. Contohnya seperti saya yang dibebankan sebagai sorang kiper dalam permainan sepak bola (assignment function) memberikan saya tugas atau fungsi status dimana yang namanya seorang kiper dalam permainan sepak bola adalah menghalangi bola yang berusaha masuk kedalam gawang tim saya, demi tujuan bersama yaitu menang melawan tim sepak bola lawan.
Tentunya bagi Searle, semua fungsi ini tidak selalu atau serta merta ditunjukan secara intrinstik oleh objek yang memilkinya tetapi juga dapat diberikan oleh sosial sehinga setiap fungsi ini berlaku relatif. Ia menyatakan bahwa gagasan mengenai fungsi ini terdiri dari komponen-komponen normatif yang tidak ada dalam gagasan "penyebab", artinya fungsi bukan hanya penyebab dari suatu tujuan tetapi ia juga memberikan jalan agar tujuan itu tercapai.
Selanjutnya Searle juga menjelaskan tetang gagasan membedakan manusia denga spesies lainnya. Disini ia mengatakan bahwa suatu objek yang dibebankan fungsi status bukan karena bentuk dari struktur fisiknya tetapi karena adanya apa yang disebut collevtive intentionality yang memberikan beban sebuah status tertentu sehingga objek yang diberikan fungsi itu dapat menjalankan fungsi tersebut, yang dimana tentu pemberian fungsi ini tidak dapat terjadi jika tidak adanya yang disebut collective acceptance. Contoh kasus yang Searle berikan adalah uang, uang tidak sama seperti pisau yang dimana pisau memilki bentuk dan struktur yang mewakili dia untuk memotong, sedangkan uang tidak menunjukan secara independen bahwa ia adalah alat tukar, namun ia memiliki status sebagai alat tukar karena adanya collective acceptance. Sehingga sebenarnya struktur fisik tidaklah selalu relevan dengan status fungsi dari sesuatu. Contoh yang kedua adalah sebuah tembok yang dimana diketahui pada masa tersebut berguna untuk menjaga suatu masyarakat, namun dibayangkan apa yang terjadi jika suatu saat kedepannya tembok tersebut hancur dan yang tersisah hanya tinggal puing-puingnya saja? Menurut Searle karena adanya collective acceptance yang dimana mereka tau bahwa fungsi tembok tersebut adalah untuk menjaga masyarakat pada masa itu maka fungsi status atau status function masih tetap dimiliki oleh tembok itu meskipun secara fisik tembok itu sudah tidak berdiri kokoh lagi. Dari sini kita juga tau kalau suatu bentuk atau struktur fisik juga tidak relevan dengan fungsi status. Hal inilah yang menurut Searle sebagai pembeda antara manusia dengan spesies lainnya.



Filsafat Sosial (Review bahan bacaan "Social ontology" dari John R. Searle) versi 1

Nama: Fauzan Zahid Abiduloh
Tugas : Filsafat Sosial (Review bahan bacaan "Social ontology" dari John R. Searle)

Tulisan ini penulis rancang sebagai review pemikiran Searle dalam sebuah artikelnya berjudul Anthropological Theory. Artikel ini berisi pemikiran Searle terkait ontologi sosial. Ontologi sosial yang dikaji olehnya, berisi jaminan bagi ilmu-ilmu sosial untuk bekerja, dan berisi pemikirannya mengenai struktur logis sosial manusia yang ia kaji dalam sebuah kajian institusional ontologi yang ia sebut sebagai bagian dari kajian ontologi sosial dan pas untuk membedakan distingsi ontologi sosial manusia dengan species lainnya. Sebagai tambahan, artikel yang direview disini adalah pengembangan dari teori dalam bukunya yaitu The Construction of Social Reality, jadi untuk mengetahui tesis statementnya yang sangat orisinil bisa dibaca dalam buku tersebut.
1.      Jaminan bagi Ilmu Sosial
Searle berangkat dari keyakinan berupa adanya fakta-fakta sosial, seperti uang, sebuah tim sepakbola, suatu Negara, dan fakta-fakta sosial lainnya. Adanya fakta-fakta itu dapat kita verifikasi dengan mudah lewat fakta-fakta empiris, jadi tak ada alasan untuk memperdebatkannya. Yang menjadi menarik adalah, mengapa fakta-fakta itu dinamakan sebagai fakta sosial? Apa yang membedakannya dari fakta lainnya? Kita tahu bahwa matahari selalu terbit dari timur, kita tahu bahwa air jika dipanaskan akan menguap, dan kita juga tahu bahwa air jika didinginkan dalam suhu yang sangat rendah akan membeku, fakta-fakta semacam itu kita ketahui secara pasti adalah fakta-fakta yang begitu adanya, proses dari sebab ke akibatnya tidak bergantung pada seorang rational agent, yaitu manusia, Searle menyebut sebagai observer independent. Disamping itu, kita mengenal suatu fakta lainnya berupa suatu kertas bergambar Patimura dengan label Bank Indonesia yang kita ketahui  secara pasti adalah uang yang nilainya seribu rupiah. Apa yang membedakan keduanya? Jika dalam jenis fakta yang pertama tadi tidak ada campur tangan rational agent, maka dalam jenis fakta yang kedua tadi kita sadari adanya rational agent yang berperan dalam membebankan fungsi pada suatu kertas bernama uang dan menerimanya sebagai alat tukar dalam transaksi ekonomi, Searle menyebut jenis kedua ini sebagai observer relative. Jadi singkatnya kita dapat bedakan suatu fakta adalah fakta sosial dengan menanyakan apakah fakta itu terlepas dari rational agent atau tidak?
Kita sudah tahu bahwa berbagai macam penampakan yang exis secara independen dari rational agent adalah observer independent, sedangkan yang exis bergantung pada rational agent adalah observer relative. Tapi, dalam kenyataannya kehadiran kesadaran dan intensionalitas, fakultas-fakultas yang dimiliki manusia, denganya observer relative bekerja, pada dasarnya adalah fenomena observer independent; perilaku yang dimiliki para conscious agent bukan pada dirinya sebagai observer relative, melainkan observer independent, karna jika ia adalah observer relative bagaimana ada sebuah komunitas yang dapat memanipulasi kealamiahan manusia seperti kesadaran dan intensionalitas, bahkan dalam menjelaskan kesadaran itu sendiri para psikolog, fisioterapi, dan para filsuf masih diambang kebuntuan. Jadi dengan kata lain, eksistensi observer relative dihasilkan atau diciptakan oleh suatu set fenomena mental observer independent.
Bagi Searle, tak dapat dipungkiri, bahwa diskusi-diskusi seputar ontologi sosial klasik banyak berjasa pada pemikiran kita, seperti Max Weber, Georg Simmel, Emile Durkheim, dan Alfred Schutz, bahkan sebelum mereka seperti Hume, Rousseau, dan Adam Smith. Tapi mereka semua memiliki satu kesalahan yang sama, yaitu mereka mengatakan bahwa bahasa sebagai sesuatu yang terberi, sesuatu yang diandaikan begitu saja ada, lalu dengan begitu saja membahas tentang bagaimana terbentuknya sosial. Bagi Searle, kita tak akan dapat memahami apa yang sangat unik dari human society, dibandingkan dengan primata dan sejeinsnya, kecuali jika kita telah mengetahui terlebih dahulu apa yang special dari penampakan bahasa manusia. Jadi bagi Searle, kajian mengenai bahasa sangat dibutuhkan untuk membedah ontologi sosial, bukan hanya dari fungsi bahasa tersebut seperti Bourdieu yang mengatakan bahwa siapa yang menguasai dan dapat mengontrol linguistic categorizations memiliki kuasa atas sosial, bukan juga sepeti Habermas yang mengatakan bahwa ia berfungsi untuk mencapai rational agreement, tapi bagi Searle, kita harus temukan aturan-aturan konstitutifnya, atau dalam kata lain kita harus temukan basis basis- dan fungsi-fungsi fundamentalnya. Bahasan mengenai bahasa akan dibahas di bagian selanjutnya mengingat di bagian pertama ini kita akan menekankan pada jaminan Searle akan bekerjanya ilmu sosial.
Searle mengakui adanya pemilahan antara subjektifitas dan objektifitas, baginya ini jelas, namun akan menjadi ambigu bila diterapkan pada distingsi epistemic sense dan ontological sense. Contoh, statement seperti “Ayi lahir pada tahun 1945” kita kenali sebagai statement yang masuk dalam kategori pengetahuan objektif karna semua orang dapat tahu bahwa itu memang demikian, ini dapat dibedakan dengan statement “Ayi lebih Tampan dari Fristian” yang kita kenali kemudian sebagai sesuatu yang subjektif, dari sini kita dapat dengan jelas bedakan episteme objektif dan episteme subjektif. Sekarang mari kita lihat ontologi subjektif dan objektif, contoh, kita lihat ada pegunungan, hutan, lautan, binatang-binatang semuanya ada secara objektif karena ia independent dari kita, sedangkan kesedihan, kepedihan, kesenangan adalah contoh-contoh dari ontologi subjektif karena keberadaannya bergantung pada kita yang merasakan. Jika sebelumnya kita mengetahui ada yang dinamakan observer relativity yaitu fakta-fakta yang bergantung pada attitude dari rational agents, maka sekarang kita mengetahui adanya ontological subjectivity. Lalu apa kaitannya dengan epistemic sense? Ambilah sebuah contoh, uang bernilai seribu rupiah, yang sudah penulis singgung lebih dulu, adalah sesuatu yang dapat diketahui oleh semua orang secara objektif, namun keberadaan uang itu bernilai seribu dan berstatus sebagai alat tukar bukan karena uang itu sendiri secara fisik menunjukan demikian, tapi karna adanya human attitude yang bekerja dalam membuat aturan formal bahwa itu adalah alat tukar, dan attitude ini kita tahu adalah ontological subjectivity. Artinya apa? Ini menunjukan bahwa observer relativity memang menyebabkan ontological subjectivity, tapi ontological subjectivity tidak menghalangi pengetahuan objektif darinya, epistemic objectivity.
Poin terpenting dari diskusi soal episteme dan ontologi tadi, adalah adanya kesimpulan sah bahwa pengetahuan objektif tidak harus didapatkan dari ontological objectivity. Pentingnya apa? Dalam kajian mengenai ontologi sosial ini menjadi dalih yang sangat penting, setidaknya penulis menganggap demikian, karna apa yang esensial dalam sosial, tentu ini dari Searle, adalah elemen-elemen ontological subjectivity dan dengan demikian kajian ontologi sosial dapat dijamin kebenarannya. Jadi, dalam artian lain, jika tidak mungkin didapatkan pengetahuan objektif dari ontologi sosial, akan menjadi mustahil bagi ilmu sosial untuk bekerja.
2.      Struktur Logis Sosial
Lewat serangkaian jaminan tadi, kita bisa setidaknya mendapatkan basis yang menopang pembahasan selanjutnya terkiat ontologi sosial. Dengan landasan ini pula Searle melanjutkan bahasannya untuk cari struktur logis yang dapat digariskan bagi seluruh fenomena sosial manusia, ada satu goal yang ingin dicapai Searle adalah pembedaan yang jelas antara ontologi sosial manusia dengan hewan dimana ia membahas hal itu lewat institutional ontology sebagai divisi yang khas bagi manusia.
Untuk mengetahui gagasan Searle tentang human society kita perlu mengenal terlebih dahulu Thesis statementnya, yaitu bahwa ontologi sosial manusia mempunya sebuah struktur logis karena human attitude adalah hasil konstitutif realitas sosial dan attitude itu memiliki konten proposisional dengan relasi-relasi logis. Dari sini kita bisa menerka bahwa pemikiran Searle adalah pemikiran strukturalisme dimana human attitude dikonstitusi lewat serangkaian proposisi logis yang menjadi struktur dari sosial itu. Dengan demikian struktur logis yang ia tawarkan, ia jadikan sebuah indikator bagi suatu ontologi sosial apakah dia human society atau bukan. Tentu lewat Thesis Statemennya tadi ia mau buktikan bahwa dari serangkaian bentuk sosial manusia yang ada, yang kita tahu bahwa itu sangatlah beragam satu sama lain, punya satu garis incommon yang dapat menjustifikasi itu sebagai human society. Menurutnya perbedaan bentuk hanyalah perbedaan yang tampak dari permukaannya saja, bila kita selidiki hingga ke bagian di balik permukaan itu kita bisa temukan sebuah struktut logis yang simpel. Seperti sebuah analogi dari ilmu alam, adalah sangat berbeda jika kita melihat api unggun dengan sekop yang berkarat bukan? Yang satu adalah api yang menyala dari kayu bakar, sedangkan yang lainnya adalah logam yang berkarat, tapi dibalik fenomena yang nampak pada kita itu adalah suatu proses yang berasal dari suatu nalar simpel, yaitu adanya oksidasi. Begitu pun dengan sosial, fakta-fakta sosial yang kita temukan sangat berbeda antara uang seribu rupiah dengan sebuah tim sepakbola bernama Persib Bandung, tapi keduanya memiliki hal yang sama, yaitu adanya status function yang dihasilkan oleh collective intentionality lewat assignment of function.
Dalam human society yang dikaji lewat institusional reality sebagai divisi khas ontologi sosial manusia ada tiga komponen penting yang akan penulis coba ringkas disini, yaitu collective intentionality, assignment of function, dan constitutive rules and procedures. Collective intentionality adalah keterarahan mental state terhadap suatu objek, diarahkan, atau tentang sesuatu yang dibagi oleh beragam individu. Assignment of function adalah pembebanan fungsi kepada suatu objek, karena ia sifatnya dibebankan maka fungsi itu tidak dimiliki oleh objeknya secara intrinsik tapi dibebankan untuk kepentingan orang-orang yang terlibat dalam pembebenan secara kolektif. Terakhir, constitutive rules and procedures adalah aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang dikonstitusi dan berlaku berkat adanya status function, dan status function itu sendiri dihasilkan oleh collective intentionality dan assignment of function.
Setiap manusia, bahkan mungkin spesies lainnya, memiliki kemampuan untuk bekerjasama, dan bertahan dalam kebersamaan itu sehingga dimungkinkan adanya pembagian attitude yang berbeda-beda dengan goal yang sama. Kemampuan ini tidak lain adalah collective intentionality, dan ini menjadi penting bagi teori-teori sosial berkat adanya kenyataan bahwa behavior dan attitude dalam suatu komunitas dapat berbeda-beda meski goalnya sama, contohnya adalah seperti memainkan gitar sebagai bagian dari memainkan sebuah band; artinya, saya  melakukan sesuatu sebagai bagian dari kita melakukan sesuatu. Dalam melakukan sesuatu sebagai bagian dari komunitas sosial melakukan sesuatu tentunya disertai pembagian fungsi yang dibebankan demi kepentingan keterarahan itu, oleh karena itu kita butuh fungsi-fungsi yang dibebankan pada setiap individu yang terlibat dalam collective intentionality tersebut, yaitu lewat assignment of function.  Assignment of function ini yang tentunya merupakan pembebanan yang dilakukan secara kolektif, menghasilkan status function. Apa itu status function? Adalah fungsi yang dihasilkan lewat pemberian status pada suatu objek, yang mana objek tersebut tidak secara intrinsik menunjukan statusnya, tapi status itu dikonstitusi oleh sosial lewat assignment of function. Oleh karena itu, statusku sebagai pemain gitar dibebankan oleh bandku, dan karenanya aku dibebani fungsi, untuk mencapai tujuan bersama yaitu memainkan band. Sejauh ini kita bisa lihat bahwa collective intentionality menyebabkan collective assignment of function.
Bagi Searle semua fungsi itu tidak ditunjukan secara intrinsik oleh objek yang memilikinya, tapi diberikan oleh sosial sehingga setiap fungsi adalah observer relative. Tentu kita bisa pertanyakan argumennya ini, tapi ia tak terlalu ambil pusing dengan ini, ia hanya mengatakan bahwa gagasa tentang function terdiri dari komponen-komponen normatif yang tidak ada dalam gagasan tentang causes, dengan kata lain fungsi bukan hanya penyebab suatu tujuan tapi ia juga melayani tujuan itu agar tercapai.
Lebih lanjut, Searle berupaya untuk memberikan sebuah gagasan kunci untuk membedakan manusia dengan spesies yang lainnya. Bagi manusia, objek yang dibebankan padanya status function bukan karena struktur fisiknya, tapi karena adanya collective intentionality yang membebankan sebuah status tertentu sehingga objek yang disematkan status itu dapat menjalankan fungsinya yang mana fungsi tersebut tidak dapat dilakukan tanpa adanya collective acceptance. Contoh kasus favorit Searle adalah uang, uang, tidak seperti pisau yang disematkan padanya fungsi untuk memotong karena struktur pisaunya yang menunjukan demikian, tidak secara mandiri menunjukan bahwa ia adalah alat tukar, tapi ia memiliki status sebagai alat tukar karena adanya collective acceptance. Sehingga disini, struktur fisik tidaklah relevan untuk menunjukan status fungsi dari sesuatu. Kasus yang menarik lagi adalah soal tembok pembatas Negara, pada awalnya tembok itu dibangun tinggi dan kokoh untuk menjaga setiap individu dari masig-masing masyarakat tetap didalam wilayahnya, dari sini kita tahu ada relevansi antara struktur fisik dan status function. Sekarang bayangkan jika waktu telah berlalu dan yang tersisa adalah puing-puing rapuh dari tembok itu, tapi karena adanya collective acceptance bahwa tembok itu memiliki fungsi untuk membatasi mereka, status function itu masih dimiliki oleh tembok pembatas tersebut, dari sini kita bisa lihat bahwa struktur fisik tidak lagi relevan bagi status function yang diterima ada dimiliki oleh tembok itu. Dari sini kita dapat pengetahuan soal apa yang membedakan antara human society dengan spesies lainnya, yaitu adanya penciptaan status function yang tidak lebih adalah hasil dari karya dan kekuatan institusi. Adanya fakta-fakta institusional yang membedakan realitas sosial manusia dengan realitas sosial lainnya.
Karena human society tidak dapat terlepas dari penciptaan status function, maka assignment of function sebagai penyematnya telah menjadi reguler dan karenannya menjadi aturan konstitutif yang berlaku, ia telah menjadi constitutive rules and procedures. Disini Searle mencoba untuk memberikan rumusannya, baginya rumus assignment of function yaitu X counts as Y in context C. Sesuatu sedemikian rupa dianggap sebagai uang bernilai seribu rupiah di Indonesia, Obama dianggap sebagai presiden Amerika Serikat, inilah contoh dari adanya sesuatu yang sedemikian rupa dianggap memiliki status dalam suatu kontek tertentu. Lebih jauh, untuk menjamin dengan formula ini dapat dibedakan realitas sosial manusia dengan spesies lainnya, Searle mengatakan bahwa rumusannya ini dapat berkembang lebih tinggi levelnya, artinnya kita tidak hanya memiliki satu fakta institusional tapi kita punya satu seri fakta-fakta institusional yang saling menjaga satu sama lain.
Apa pentingnya itu semua? Apa pentingnya status fungsi itu? status fungsi adalah motor yang menggerakan kekuatan sosial, karena dengan menerima status fungsi itu kita menerima serangkaian obligasi, hak-hak, tanggungjawab, dan hal lainnya, ini yang kemudian disebut sebagai deontic power. Bagi spesies selain manusia, tak dapat ditemukan adanya deontic power. Tapi apa pentingnya deontic power itu? deontic power ini memberikan alasan bagi manusia untuk berperilaku dalam sosial, untuk mengenal mana yang namanya kewajiban, hak, otoritasi, dan semacamnya. Sekilas kita bisa lihat bahwa ada teori etika deontology I. kant disini, tapi untuk mempertanyakan orisinilitas argumennya Searle bukan bahasan yang penting, karena poin pentingnya adalah bahwa dalam human society dapat ditemukan struktur deontis yang memungkinkan adanya desire-independent reasons untuk berperilaku. Ini lah yang tidak ditemukan dalam kerajaan hewan, dimana hewan tidak memiliki deontology.

Jadi mari kita ringkaskan, bahwa adanya status function, deontic power, dan desire-independent reason untuk berperilaku adalah elemen-elemen yang membedakan realitas sosial kita dengan spesies lainnya.