Kamis, 29 September 2016

apa itu kebebasan

Nama : Dimas Rizky Akbary
NPM : 1306371400
Tugas : Eksistensialsm (Apa itu Kebebasan)
            Pada penulisan ini, penulis akan membahas problem kebebasan secara bertahap. Pertama, penulis akan menjelaskan pertanyaan utamanya, yaitu, apa itu kebebasan. Kedua, penulis akan menjelaskan eksistensi dari kebebasan ini. Dan yang terakhir, penulis juga akan menjelaskan mengenai pertanyaan, apakah kita (entitas yang disebut manusia) memiliki kebebasan. Tiga pertanyaan ini akan penulis coba jabarkan satu persatu.
            Kata kebebasan merupakan suatu idea mengenai konsep akan sesuatu yang tidak terikat dengan apapun serta dapat apapun. Idea mengenai kebebasan ini mulai dikenal atau dikonsumsi oleh entitas yang disebut manusia ketika mereka menyadari keterbatasan dan keterikatan mereka oleh dunia. Namun, dalam rana yang lebih ekstrem lagi, jika kita dapat memahami akan kebebasan yang murni, maka sejatinya kebebasan yang sesungguhnya adalah ketika kebebasan itu sendiri bebas. Suatu pemahaman yang tidak dapat tergambarkan, itulah kebebasan.
            Lanjut kepertanyaan kedua, apakah kebebasan itu termasuk sesuatu yang eksis. Jawaban terpastinya adalah iya. Kebebasan itu ada yang selalu hadir dalam setiap idea, yang artinya kebebasan itu akan melekat ketika suatu idea muncul. Contohnya, ketika kita menyebut bullpen, maka secara langsung kebasan telah siap dalam eksistensi bullpen tersebut, ada bullpen hitam, bullpen biru, dan yang lainnya. disini kita juga tidak hanya dapat meletakan bullpen pada benda bullpen, tetapi bullpen yang bukan sesuatu itu bullpen juga dapat muncul disana. Tentu yang dimaksud disini bukanlah kebebasan yang murni, tetapi kebebasan yang telah hadir melekat dalam idea, yang artinya adalah kebebasan yang telah tergambarkan. Karena seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, bahwa kebebasan yang murni itu tidak dapat tergambarkan, yang artinya idea, eksistensi dan esensi juga tidak dapat masuk maupun hadir dalam kebebasan yang murni tersebut.

            Lalu di pembahasan terkahir mengenai, apakah entitas yang disebut manusia memiliki kebebasan. Jawaban paling pastinya adalah tidak. Manusia tidak memiliki kebebasan dikarenakan fisik adalah suatu keterbatasan. Manusia mungkin dapat merasa bahwa apa yang ia lakukan dan apa yang ia inginkan adalah kehendak murni dari dirinya, namun itu keliru. Semua itu adalah rangkaian dari sebab dan akibat yang terus bereaksi. Anda dapat menentukan untuk makan apa hari ini, yang mana tanpa anda sadari keputusan akan makan sesuatu dihari ini adalah sebab dan akibat dari sesuatu yang lampau. Maka sebenarnya entitas dari apa yang disebut oleh manusia ini telah memiliki hasil yang definite dari semua tindakannya, namun ketidak mampuannya dalam mengkalkulasi itu semualah yang membuat mereka keliru. Bahkan konsep mengenai adanya probabilitas merupakan bukti kebelumampuan mereka dalam menyikapi sebab akibat, sehingga kebebasan yang merupakan ilusi untuk mereka itu dapat dirasakan seakan-akan nyata.

Rabu, 11 Mei 2016

Tuhan is Bullshit

            Bagi penulis, membahas tuhan sama saja dengan membahas suatu omong kosong. Pembahasan mengenai sesuatu yang entah berantah ini hanya akan menimbulkan banyak pertikaian yang tidak ada habisnya. Membahas tuhan hanya seperti membahas makanan yang sudah kadaluarsa, tidak layak dinikmati dan lebih pantas untuk dibuang. Dan bila memaksa untuk menikmatinya, hasilnya, maka kita akan sakit. Sebelum membahas lebih jauh, perlu ditekankan bahwa dalam penulisan ini, penulis hanya akan membahas “tuhan serta kaitannya terhadap manusia” saja, tidak ada agama, ataupun wali-walinya seperti malaikat, nabi dan para-para tokoh fiktif lainnya.
            Bagian pertama, dibagian pertama ini penulis hanya ingin menyampaikan sedikit pemikiran mengenai tuhan dari salah satu fisuf Jerman bernama Nietzsche. Hanya pembahasan singkat mengenai slogan yang cukup dikenal dari dirinya yaitu “tuhan sudah mati”. Perlu sedikit meluruskan disini, bahwa kata-kata Nietzche yang menyatakan bahwa tuhan sudah mati bukanlah suatu kata-kata yang cukup buruk. Singkatnya, hal ini dikarenakan Nietzsche melihat para pendeta pada masa itu melakukan ceramah bukan karena kehendak diri mereka atas tuhan, tetapi karena mereka dibayar, sekaligus sebagai pencitraan public. Orang-orang tidak lagi beribadah karena tuhan, tetapi karena untung rugi dan factor lainnya. Maka, anggapan bahwa tuhan sudah mati dari Nietzche itu tidaklah sepenuhnya salah.   
            Bagian kedua, sejarah tuhan dalam kehidupan manusia. Berbicara mengenai sejarah tuhan itu sama saja dengan berbicara sejarah manusia. Entitas yang disebut manusia ini tidak berjauhan munculnya dengan delusi yang disebut tuhan ini. Keduanya sama-sama tua. Willhelm Schimdt dalam bukunya “The Origin of The Idea of God (1912)” mengutarakan bahwa pada awalnya manusia primitive di Afrika menciptakan satu tuhan yang merupakan penguasa bagi langit dan bumi, sekaligus penyebab pertama dari segala sesuatu. Pemikiran kuno ini lahir jauh sebelum adanya pemikiran tentang dewa-dewi muncul dalam kepala manusia, dan tentu sebelum ilmu pengetahuan dan filsafat muncul. Dimulai dari sejak saat itu, manusia mulai mencari mengenai tuhan.
            Proses mengenai pencarian akan tuhan ini malah memunculkan suatu pertanyaan kritis yang cukup fenomenal,: “manusia yang menciptakan tuhan? Atau tuhan yang menciptakan manusia?”. Kesadaran manusia akan kelemahan dirinya sendiri memunculkan suatu konsep baru dalam dirinya, suatu konstruksi yang terus menerus disempurnakan, memberikan sifat-sifat yang diharapkan oleh manusia sendiri kepada sosok delusi itu, hingga sosok tersebut menjadi eksis. Terlihat jelas bahwa dari sini kita tahu bawha sebenarnya kita sendirilah yang membuat tuhan, tuhan hanya sebagai tempat pemuas kebutuhan manusia akan hal-hal tertentu. Namun dilain sisi justru hal ini memberikan jawaban lain bahwa tuhan dengan segala kemampuannya yang tidak dapat dijelaskan ini merupakan pembuat dari semua hal, termasuk manusia itu sendiri.
            Bagian ketiga, dibagian ini penulis akan menyampaikan beberapa pendapat mengenai pembahasan ini. Seperti yang telah penulis katakana diawal, membahas tuhan sama saja dengan membahas suatu omong kosong. Percayalah, ini hanya akan membuang-buang waktu. Tuhan, Dewa, God, Allah, Yahwe, Elohim, Elah, dan berbagai macam sebutan lainya. Siapa yang membuat semua sebutan ini? Siapa yang mengartikan semua sebutan ini? Siapa yang terus membicarakan sebutan ini? Siapa yang berdebat mengenai sebutan ini? Siapa yang berkonflik hingga perang hanya karena sebutan ini? Dan siapa yang dengan bodohnya memohon, meminta bantuan, berdoa, mengharapkan, memuji, membela, memuja, serta mati hanya demi sebutan ini? Tidak perlu munafik, bersembunyi dan mencari-cari jawaban lain, tentu saja jawabanya sudah sangat jelas.
              Entitas yang disebut manusia ini sebenarnya secara alamiah adalah mahluk yang memiliki kecendrungan untuk percaya akan sesuatu. Sederhanannya seperti ini, manusia memiliki semacam “Belife Engine” yang tertanam pada otaknya. Suatu kecendrungan untuk membuat pola atau makna akan sesuatu. Kita cenderung menghubungkan titik A dengan titik B, menghubungkan event satu dengan event lainnya, menghubungkan sebab dan akibat. Inilah yang disebut dengan “association learning”. Dan manusia, salah satu “advance pattern-seeking animal” yang sangat pintar dalam hal ini. Pintar dalam mencari makna atau pola, bahkan dari sebuah informasi acak yang tidak memiliki pola sekalipun.
            Terlebih lagi, entitas yang disebut manusia ini mudah sekali terpengaruh dengan sesuatu yang menarik perhatian. Ini bukan masalah benar atau sala, ini hanya soal kenyamanan saja. Ketika entitas ini berhadapan atau mendapatkan suatu informasi, akan lebih cepat dan mudah untuk percaya, karena itu nyaman baginya. Ketimbang harus skeptis terhadap sesuatu itu, skeptis hanyalah seperti sesuatu yang merusak kesenangan dari kenyamanan tersebut, sifatnya yang merusak pola dan mempertanyakan kembali informasi inilah yang membuat entitas disebut manusia ini  kurang meminatinya.
            Terlebih lagi untuk tambaha, entitas yang disebut manusia ini sebenarnya merupakan mahluk yang cukup lemah dan menyedihkan, terlahir dengan banyak penderitaan dan rasa sakit membuat mereka untuk mencari-cari cara agar dapat menemukan sesuatu yang lebih kuat dari dirinya. Sebagai tempat bersandar, tempat memohon, tempat berlindung, serta melampiaskan semua rasa dan keinginan kepada sesuatu itu, hingga dirinya merasa nyaman dan aman. Entah apa sesuatu itu, mereka sendiri tidak mengetahuinya, dimana sesuatu itu, mereka sendiri tidak mengetahuinya, bahkan ada atau tidakpun sesuatu itu, sebagian dari mereka bahkan tidak mengetahuinya sama sekali.
            Sebagai penutup dari penulis sendiri, mengakui bahwa entitas ini lemah memang tidak dapat dihindari kenyataanya. Namun bukan berarti ini mengartikan untuk terus menjadi lemah dan menerima keadaan, entitas ini sebenarnya dapat menjadi kuat dengan kemampuannya sendiri. Alih-alih mengatakan bahwa diri mereka kuat karena ada tuhan adalah pembuktian bahwa mereka tetap lemah dan tidak berkembang, menjadikan manusia terlalu manja terhadap delusinya sendiri. Justru karena memang mereka itu terlahir dengan penderitaan dan rasa sakit, hal itulah yang membuat merekaa menjadi kuat, manusia sejatinya dapat kuat denga kemampuannya sendiri tanpa berpangku tangan dan bersandar kepada delusinya sendiri. Seperti yang telah penulis katakana di awal, tuhan sama seperti makanan kadaluarsa, anda lapar, dan anda butuh makanan saat itu, karena anda merasakan rasa sakit tersebut, anda menjadi lemah dan merasa tak berdaya, akirnya anda memakannya, terasa enak dan dapat menyembuhkan lapar memang, tetapi itu hanya sementara yang akhirnya memaksa anda untuk memakan kembali makanan itu  dan berpikiran bahwa makanan itulah yang membuat anda sehat dan tidak memakannya adalah yang membuat anda sakit, padahal makanan tersebut adalah penyebab dari sakit berkepanjangan itu.
            Sedikit spekulasi dari penulis, tidak penting ada atau tidaknya entitas tuhan untuk dunia ini. Meskipun sekarang konsep tuhan sudah semakin menyebar dan anggapan tentang tuhan sudah mati menjadi slogan yang menarik. Namun, bagaimanapun, tuhan tidak akan pernah mati, karena konsep mengenai “tuhan” telah kita bicarakan, ketika kita sebut tuhan mati, maka secara tidak langsung kita telah menghidupkan tuhan tersebut dengan membicarakannya terus-menerus. Namun selintas terpikirkan hal menarik dalam pikiran saya mengenai suatu pembicaraan, suatu pembicaraan tidak akan selamanya dapat terus dibicarakan yang artinya suatu pembicaraan dapat terlupakan. Maka dengan ini saya berspekulasi bahwa slogan mengenai tuhan telah mati adalah keliru, tetapi suatu saat nanti, ketika tuhan sudah mencapai tahap perbincangan yang maksimal, maka “tuhan akan terlupakan”.
            Anda adalah unik, anda adalah tidak dapat dijelaskan, anda tidak dapat dimengerti, anda tidak dapat dipahami, anda dapat membuat, dan anda dapat menghancurkannya juga, maka anda adalah tuhan, bercerminlah dan anda akan melihat sosok tuhan. Tuhan adalah eksistensi atas apa yang ada dihadapannya.

Referensi:
Levine, Peter. Nietzsche and The Modern Crisis of the Humanities. Harper & Row Publisher, New York, 1976.
Nietzsche, Friedrich. Sabda Zarathustra. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000.
Divisi Kajian Badan Otonom Economica. Economica Papers Edisi 66. April 2014.


Kamis, 03 Maret 2016

Pembahasan Singkat Manusia dan Agama

Nama : Dimas Rizky Akbary
NPM : 1306371400
Tugas : Filsafat Manusia (Penting atau Tidaknya Sistem Agama Bagi Kehidupan Manusia?)

            Bicara tentang manusia dan agama adalah suatu hal sepertinya sudah sangat biasa kita dengar dan perbincangkan dilingkup social. Beberapa orang memiliki cara pandang meeka sendiri mengenai manusia, tentu mayoritas pasti menggunakan pemikiran dasarnya berupa agama. Namun apakah sebenarnya agama itu? Mayoritas beberapa orang selalu menggunakan tolak ukur dari institusi ini (agama masing-masing), yang dimana ini menjadi perdebatan yang cukup membingungkan tentang siapa sebenarnya manusia dan bagaimana perannya dalam kehidupan. Apakah agama segitu pentingnya terhadap manusia? Apakah agama memiliki peran yang tidak bisa ditolak oleh manusia? Dan apa yang membuat manusia begitu perlu dengan agama?. Maka pada pembahasan kali ini, jika menggunakan dari pola pikir penulis, maka sebaiknya kita mundur terlebih dahulu ke sejarahnya, tentang manusia dan bagaimana munculnya agama.
            Manusia, pada dasarnya adalah satu entitas dari semuanya, namun memiliki beragam eksistensi. Mahluk ini memiliki rasa perotes dan berontak yang luar biasa, namun ingin diam dan damai, yang mana penulis tahu kalau itu salah satu bentuk dari paradoksnya. Mahluk ini mengakui bentuk wujudnya disebut manusia adalah pertama kali pada sekitar 200.000 tahun yang lalu di benua Afrika. Singkatnya manusia pada saat itu, tanpa mereka sadari atau tidak, perlahan mulai mengembangkan komunikasi. Komunikasi ini tidak hanya sebatas antara kaum mereka, tetapi juga terjadi antara diri mereka ke realitas dan ke diri mereka sendiri.
            Pada masa perkembangan ini, rasa yang sekarang manusia sekarang sebut “bingung” mulai muncul. Ketidak tahuan mereka akan sesuatu mulai melatih dan mengembangkan daya imajinasi dari gambaran realitas. Perlahan-lahan informasi dari realitas yang mereka serap mulai disusun membentuk pola dalam pikirannya, dan  bentuk dari pola pemikiran pada saat inilah yang pada akhirnya menghasilkan berbagai macam keyakinan hingga berkembang sampai sekarang.
            Salah satu bentuk keyakinan yang populer dipegang teguh oleh mayoritas mahluk ini adalah keyakinan akan adanya sesuatu diluar dirinya yang luar biasa hebat dan sangat dipuja, sebut saja “tuhan”. Yang dimana sesuatu ini bahkan sebenarnya tidak dimengerti oleh mahluk ini, namun agar sesuatu ini tetap dipercaya dan eksistensi sang mahluk yang salah satunya senang menjadi pusat perhatian, maka mulai dikembangkanlah sesuatu ini menjadi narasi yang menarik.
            Singkatnya, beberapa efek dari sang pengembang narasi ini mulai mendapatkan perhatian khusus serta perlakuan. Misalnya, dianggap sebagai tangan kanan tuhan atau seseorang yang dipercaya sebagai pembawa pesan tuhan. Narasi dari sang pengembang inilah yang nantinya menyebar keseluruh penjuru bumi sampai dan bertemu dengan sang pengembang dan narasi-narasi lainnya yang nantinya narasi ini mengalami reduksi, perubahan, penambahan, intepretasi, dan lain-lain, atas dasar ketidak puasan atau ketidak cocokan dengan kondisi saat itu. Yang dimana beberapa bentuk dari narasi memiliki kemiripan tentang adanya dewa-dewa dan manusia-manusia pertama seperti, Adam dan Hawa, Adam dan Eva, Surt dan Ymir, Bor dan Bestla, Mashya dan Mashyanag, Apsu dan Tiamat, Shu dan Geb, dan lain-lain.
            Kepopuleran narasi ini terus berkembang dengan banyaknya para manusia yang datang dan pergi ke suatu tempat yang nantinya juga berakibat pada munculnya system keyakinan baru dan pada akhirnya membentuk berbagai macam institusi keyakinan seperti sekarang ini.
            Lalu dari sini penulis akan melanjutkan tentang beberapa pertanyaan diawal. Pada intinnya, bagi penulis, agama sebenarnya tidak begitu penting, tetapi perlu untuk beberapa kalangan mayoritas. Ketidak sanggupan mayoritas untuk menolak agama adalah karena mereka masih memiliki rasa takut, cemas, dan pola pikir yang turun temurun di doktrin dengan narasi tersebut. Perlunya instusi keyakinan ini adalah untuk menata yang mayoritas ini agar memiliki arah atau panutan sehingga mengurangi tindak kekacauan dalam realitas.
            Namun dari penulis sendiri, secara pribadi sebenarnya tidak lagi membutuhkan institusi tersebut. Hal ini dikarenakan penulis telah sanggup untuk menerima semua bentuk realitas tanpa adanya delusi. Penulis percaya bahwa yang membentuk dirinya adalah dirinya sendiri, keberadaan dirinya adalah keterimaan dirinya terhadap realitas akan dirinya sendiri. Semua tindakan, pilihan, serta berbagai macam bentuk lainnya merupakan hasil dari dirinya sendiri yang mengetahui adanya realitas sebagaimana adanya, resiko akan tindakan, harga yang harus dibayar atau pertukatan setara, dan lain-lainnya. Sehingga pada akhirnya penulis tidak lagi terperangkap dalam delusi tentang apa yang disebut tuhan, dosa, surga, neraka dan lain-lain.
           

Referensi :
Buku “siapakah manusia” dari Louis leahy

Bahan bacaan kuliah filsafat manusia

Pembahasan Singkat Mengenai Etika Tanah

Nama : Dimas Rizky Akbary
NPM : 1306371400
Tugas : Filsafat Lingkungan (Pembahasan Etika Tanah)

            Sebenarnya membahas tentang etika tanah dari cara pandang atau pemikiran Aldo Leopod adalah tentang bagaimana kita dapat memberika suatu tindakan etis kepada tanah (alam). Jika selama ini tanah hanya dianggap sebagai suatu komoditas yang siap pakai oleh banyak manusia, maka hal tersebut dianggap sebagai cara berpikir yang dangkal.
Hal tersbut dianalogikan seperti Oydisseus yang memiliki banyak budak wanita siap pakai dan selalu melayani kehendaknya. Dan bila salah satu dari budak ini melakukan kesalahan maka budak ini akan dihukum semaunya layaknya barang.
Point penting dari pembahasan ini adalah munculnya pertanyaan yang masih membuat saya bingung untuk menjawabnya. Jika dilihat dari cerita Oydisseus ini, sebenarnya kurang tepat jika dijadikan sebagai analogi untuk membahas tanah. Jika kita ingin memberika suatu nilai etis kepada seorang budak misalkan, tentu kita dapat mengerti nilai dari tindakan tersebut melihat sang penerima tindakan akan memberikan efek balik ke pemberi yaitu ekspresi, emosi, serta tindakan memberontak misalnya. Namun jika kita lihat penerima dari nilai etis itu adalah suatu intensitas tanpa kesadara yang bahkan kita tidak tahu bentuk dari ekspersi yang dia berikan ketika kita mempergunakannya, maka apa gunanya?
Jika kita menganggap bahwa tanah (Alam) adalah suatu bagian dari diri manusia karena manusia itu sendiri adalah bagian dari alam, dan tindaknya adalah dengan meperlakukan tanah tidak sebagai suatu barang atau komoditas, tetapi lebih menganggap bahwa tanah adalah sebuah kesatuan dengan manusia (komunitas biotik). Argumennya dari Leopod adalah ‘’apa yang kita perbuat ke tanah (alam) juga akan memiliki dampak kepada manusia’’. Sederhanannya, dia ingin bahwa etika tidak hanya berurusan dengan apa yang memiliki kesadaran saja, tetapi etika juga harus mengalami evolusi yang lebih luas, sehingga tanah (alam) tidak lagi sekedar diperlakukan sebagai suatu barang yang diperebutkan hak kepemilikannya.
Jika dari argument penulis sendiri mengenai pembahasan tanah ini, penulis merasa adanya suatu pemikiran yang lebih baik untuk menanggapi persoalan etis antara manusia dengan tanah. Tanah merupakan suatu bentukan ketersediaan yang apa adanya, salah satu spesies yang dapat dikatakan mendominasi di atas permukaan tanah adalah manusia, telah melakukan banyak hal setelah kemunculannya. Mulai dari tempat tinggal, peradaban, kebudayaan, hingga menjadi persoalan politik dan ekonomi, tanah telah setia mengikuti semua perjalanan itu.
Cara pandang penulis dalam menanggapi pembahasan ini adalah tentang kontekstualitas, mengingat bahwa etika adalah suatu bidang yang berurusan dengan nilai dan tindakan berdasarkan konteks situasi dalam suatu ruang lingkup. Menanggapi persoalan tanah, seharusnya manusia sebagai suatu spesies yang cukup mendominasi tanah dapat mengerti mempergunakan tanah dalam konteks kebutuhan seperlunya, bukan property yang berlebihan. Tanah adalah sebaik-baiknya tindakan si manusia itu sendiri. Jika selama ini si manusia selalu menganggap bahwa apa yang terjadi kepada tanah merupakan factor geologi, geografi, serta cara pandang yang menganggap bahwa tanah adalah kaku dan dapat dijelaskan secara teori, maka pada dasarnya pembentukan tanah yang bergeser atau berubah merupakan suatu bentuk pemberontakkan. Tanah memberikan suatu gambaran ekspresi tidak dengan suatu cara langsung yang dapat dipahami, namun lebih dalam bentuk suatu kekakuan lambat yang setiap gerakannya dapat dijelaskan setelah dipelajari oleh manusia, tanpa disadari pada dasarnya manusia ataupun spesies lainnya merupakan dasar dari efek panjang yang akhirnya diberikan kepada spesies itu sendiri di permukaan.


Kamis, 26 Maret 2015

Teori Sosial Kritis

Nama : Dimas Rizky Akbary
            NPM : 1306371400
Teori Sosial Kritis
Penjelasan mengenai teori sosial kritis kali ini adalah penjelasan hasil dari pemahaman saya berdasarkan bahan yang saya baca. Bagi saya teori kritis merupakan sebagian dari kelompok teori, meskipun saya tidak terlalu memberi taksonomi sepenuhnya bagi pengelompokan teoritis dalam sosiologi dan ilmu sosial lainnya.
Teori sosial kritis sebetulnya berlawanan dengan positivisme. Bagi mereka pengetahuan bukan semata-mata refleksi atas dunia statis ''diluar sana''. Namun dia adalah kontruksi aktif oleh ilmuan dan teori yang membuat asumsi tertentu tentang dunia yang mereka pelajari, sehingga tidak sepenuhnya bebas nilai. Lalu, teori kritis tidak menyatakan bahwa sains harus menjelaskan hukum alam masyarakat seperti para positivisme katakan, namun sebaliknya, teori kritis justru percaya bahwa masyarakat ditandai oleh historisasi (terus mengalami perubahan).
Teori kritis sosial membedakan masa lalu dan masa sekarang, dimana ditandai dengan dominasi, eksploitasi dan penindasan. Dia menghubungkan masa lalu, masa kini dan masa depan dengan asumsi bahwa potensi untuk masa depan yang lebih baik sudah ada di masa lalu dan masa kini. Maka, dalam hal ini teori sosial kritis sebenarnya mendorong untuk suatu kemajuan. Masyarakat masa depan ini dapat diciptakan dengan aksi sosial dan politis yang dilakukan dengan cara intensif. Peran teori sosial kritis bersifat politisi karena dia berpartisipasi dalam mendorong perubahan sosial.  Terserah masyarakat dalam menilai dan menawarkan pandangan secara analisisnya untuk masyarakat sendiri dan kelompok yang terlibat dalam pergerakan sosial.
Teori sosial kritis juga berpandangan bahwa dominasi bersifat struktural. Yaitu maksudnya, kehidupan masyarakat sehari-hari dipengaruhi oleh institusi sosial yang lebih besar seperti politik, budaya, gender, dan ras. Teori sosial kritis mengungkap hal ini untuk membantu masyarakat dalam memahamai akar global dan rasional penindasan yang mereka alami.
Pada bagian ini, teori sosial kritis berkeyakinan bahwa struktur dominasi diproduksi oleh kesadaran palsu manusia , dikuatkan lagi dengan ideologi, seperti yang Marx jelaskan, lalu reifikasi (Lukacs), hegemoni (Antonio Gramsci), lalu ada metafisika keberadaan yang dijelaskan oleh Deririda. Sekarang kesadaran palsu dipelihara oleh ilmu sosial positivis seperti ekonomi dan sosiologi yang biasanya selalu mengambarkan bahwa masyarakat dikendalikan oleh suatu hukum yang kaku.  Maka dari itu peran teori sosial kritis adalah mematahkan kesadaran palsu tersebut dengan meyakini adanya kuasa manusia, baik secara pribadi maupun secara kolektif untuk mengubah masyarakat.
Teori sosial kritis sebenarnya berkeyakinan bahwa perubahan sosial dimulai dari rumah, khususnya pada kehidupan sehari-hari manusia, misalnya peran keluarga, tempat kerja dan seksualitas. Dalam hal ini teori sosial kritis menghindari determinisme dan mendukung voluntarisme. Mengikuti pemikiran Marx, teori sosial kritis megambarkan hubungan antara struktur dan manusia secara dialektis. Meskipun struktur mengkondisikan pengalaman sehari-hari, pengetahuan tentang strukur dapat membantu masyarakat mengubah kondisi sosialnya.
Dengan mengaitkan kehidupan sehari-hari masyarakat dengan struktur sosial skala besar, teori sosial kritis berlawanan dengan pernyataan bahwa kemajuan akhir terletak pada ujung jalan panjang yang hanya dapat dilewati dengan mengorbankan kebebasan dan hidup manusia. Dengan terfokus pada hubungan dialektis antara kehidupan sehari-hari dengan struktur, teori sosial kritis berkeyakinan bahwa manusia bertanggung jawab sepenuhnya atas kebebasan mereka sendiri serta mencegah mereka agar tidak menindas sesamanya atas nama masa depan kebebasan jangka panjang. Teori sosial kritis menolak pragmatisme revolusioner, dengan menyatakan bahwa ditaktor proletar atau kelompok garis depan elitis lainnya akan dengan cepat menjadi ditaktor atas kaum proletar.

Kritik teori sosial kritis atas positivisme merupakan karakteristik sentral dan paling tahan lama. Kecendrungan ruang positivis dalam ilmu sosial sejak masa pencerahan memprovokasi teori sosial kritis. Hal ini dimulai dengan Marx. Pernyataan Comte bahwa sosiologi harus menjadi "fisika sosial", yaitu dengan menjabarkan bagaimana hukum sosial yang seolah-olah alamiah itu membekukan masa kini menjadi es ontologi. Mengambarkan pola-pola historis seperti ini sebagai kapitalisme, rasisme, seksisme, dan dominasi alam adalah suatu hal yang tidak dapat dihindarkan. Marx mencoba untuk merepresentasikan sifat sosial ini dengan yang disebutnya kritik ideologis. Menurutnya ini mengarah kepada agama dan ekonomi politik borjuis. Beberapa perkembangan penting dalam teori kritis sejak Marx telah mencakup perpaduan pandanga sastra dengan teori budaya, termsuk didalamnya baik posmodernisme  maupun feminisme, yang memungkinkan kritik ideologi asli Marx diperluas kedalam analisis kritis atas seluruh cakupan diskursus ideologis, mulai dari media masa hingga ke pendidikan dan bahkan sampai ke artistektur.

Selasa, 10 Maret 2015

Filsafat Sosial dalam pembahasan mengenai Strukturalism

Nama : Dimas Rizky Akbary
NPM : 1306371400
Tugas : Filsafat Sosial (Strukturalism)

Pada pembahasan kali ini saya akan mencoba untuk menjelasakan tentang apa yang dimaksud dengan strukturalims. Dari mulanya strukturalism ini adalah aliran pemikiran yang berkembang pada awal abad 20, yang dimana konsep pemikiran ini tettu saja berkembang dikarenakan adanya keterkaitan dengan konsep yang berkembang sebelumnya dan juga mempengaruhi pemikiran setelahnya. Istilah kata struktur pada awalnya berkembang pada kaum ilmu pengetahuan alam atau sains yang dimana pada saat itu mereka membicarakan tentang struktur atom, kima dan struktur tubuh. Lalu istilah ini terus berkembang dan masuk ke beberapa bidang pengetahuan sosial-humaniora seperti sosiologi, ilmu budaya, psikologi, antropologi, dan linguistik. Namun pengaruh ilmu pengetahuan alam terhadap ilmu pengetahuan sosial ini tidak hanya tentang menggunakan istilah struktur, melainkan semangat ilmiah yang mengasumsikan bahwa semua fenomena sosial-budaya ditentukan atau memiliki suatu struktur yang sama.
Pada awal abad ke 20 muncul salah seorang tokoh beranama Ferdinand de Saussure. Ia adalah tokoh yang lahir di Swiss tahun 1857, kuliah sains di Universitas Jenewa, kemudian beralih kuliah bahasa di Leipzig. Semasa itu ia telah membuat sebuah buku yang berjudul Memoire sur le Systeme Primitif des Voyelles dans les Langues Indo-europe enness (Memori tentang sistem huruf hidup asal dalam bahasa-bahasa Indo-Eropa). Istilah strukturalism sendiri sebenarnya berasal dari Troubetzkoy, sedangkan si Saussure sendrir lebih sering menggunakan kata sistem, namun dalam dunia akademik istilah struktur lebih banyak digunakan ketimbang sitem. Tahun 1940 istilah struktur mulai dikenal di kalangan Eropa. Istilah ini tidak hanya digunakan dalam bidang linguistik namun juga dalam bidang antropologi sosial dan psikologi. Sebenarnya ada sedikit perbedaan antara eropa dan amerika dalam penerapan istilah struktur ini, namun intinya tetap sama yaitu mengakui adanya suatu struktur atau sistem. Sistem adalah suatu bagian atau seperangkat bagian yang saling berkaitan. Maka penelitian strukturalism memfokuskan perhatiannya pada elemen-elemen yang membentuk sistem ini seperti sistem tubuh, sosial, kesadaran, ekonomi dan lain-lain.
Srtrukturalism sebagai salah satu aliran pemikiran pada abad 20, gagasan mengenainya banyak dipengaruhi oleh pemikiran yang berkembang pada abad itu seperti aliran positivime, idealism, hermenetika, marxsisme, eksistensialism, dan filsafat analitik. Masing-masing dari para aliran ini tentu saja memiliki pemahaman yang berbeda-beda meskipun pada dasaranya disadari atau tidak mungkin saja mereka saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lainnya.
Salah satu pembahasan strukturalism yang membuat saya sedikit tertarik adalah mengenai pembahasan struktur lingistik. Struktur linguistik sebenarnya adalah suatu sistem yang pemaknaan sepenuhnya ditentukan oleh sistem atau struktur dari bahasa itu sendiri. Sebelum Saussure menjelaskan penejelasannya mengenai struktur, analisa bahasa cenderung lebih menganalisa dari asal-usul kata itu sendir seperti sejaranya atau latarbelakangnya. Namun Saussure malah mengabaikan hal itu dan lebih fokus ke analisa strutur bahasa atau kata itu sendiri. Dalam pandangannya, semua bahasa memiliki kosa kata yang membagi dunia dalam kategori-kategori yang berbeda, sintaksisnya menghubungkan konsep ke dalam cara yang benar-benar berbeda. Baginya strukturalism bukanlah suatu gaya hidup seperti para kaum eksistensialim katakan namun lebih ke suatu metode teoritis dan merupakan suatu pendekatan terhadap bahasa atau metode analisis linguistik.
Lalu ada juga penjelasan strukturalism oleh Marx yang mengemukakan bahwa adanya struktur yang tersebunyi mendasari masyarakat dan ekonomi. Jika Saussure menganggap bahwa struktur bahasa sebagai suatu yang mendasari semua bahasa maka, Marx lebih menganggap adanya struktur ekonomi sebagai infrastruktur yang mendasari suprastruktur. Namun mereka berdua sebenarnya sama-sama menganggap bahwa struktur adalah suatu realita yang tidak teramati secara langsung karena struktur tidak didasari oleh suatu empirik karena sifatnya yang apriori.
Pada Marx, pemikiran mengenai strukturalismnya itu terlihat ketika dia menjelasakan bahwa masyarakat terdiri dari strukur basis dan suprastruktur. Basis strukur ini adalah suatu hal yang bersifat material seperti alat-alat produksi, distribusi dan pertukaran, sedangkan untuk suprastruktur adalah suatu hal yang meliputi dunia kultural atau budaya seperti agama, hukum, pilitik, dan ideologi. Menurut Marx, suprastruktur ditentukan oleh sifat dan landasan ekonomi sebagai dasar atau basisnya. Contoh seperti masyarakat yang hidup di perairan atau pinggiran laut pasti memiliki suatu struktur basis yang cenderung lebih mengagungkan laut mereka, menganggap bahwa adanya dewa laut yang berkuasa yang tentu saja ini akan mengubah ideologi mereka serta merambat sampai ke ekoomi mereka, hal ini juga pasti berbeda dengan masyarakat yang hidup di pegunungan atau dataran luas yang lebih menganggungkan gunung mereka misalnya, yang dimana ini juga berdampak pada ideologi mereka serta ekominya. Gagasan Marx ini disebut sebagai "determinisme ekonomi", dimana hubungan produksi dan faktor produksi lebih menentukan problem politik, hukum, budaya, seni dan lain-lain.
Pada dasarnya strukturalism linguistik merupakan suatu metode yang berupaya mencari struktur dan konvensi dasar yang memungkinkan bahasa digunakan. Strukturalism berupaya menemukan insfratuktur bahasa yang sama pada semua penggunaan bahasa. Strukturalism mengakui adanya persamaan semua bahasa dimana setiap bahasa selalu menggunakan struktur paradigmatik yang sama. Semua bahasa secara paradigma memmiliki sandaran yang sama. Semua memiliki sistem atau struktur yang mengkombinasikan banyak kategori untuk membuat pernyataan yang orisinil dan semua bahasa juga sama-sama memiliki struktur yang berbeda baik dari oposisi biner maupun kombinasinya.
Lalu satu hal lagi yang membuat saya tertarik adalah perdebatan antara strukturalism dan eksitensialm. Sebenarnya kedua pemikiran ini adalah aliran filsafat yang sama-sama berkebang pada abad ke 20. Apabila strukturalism lebih fokus ke bidang linguistik maka eksistensialism lebih fokus dalam membahas keberadaan manusia yang salah satu cirnya adalah kemampuan untuk berbahasa. Eksistensialism ini sebenranya lahir dari gagasan Kierkegard dan Nietzsche sebagai bentuk perlawanan terhadap idealism Hegel.
Eksistensialism menolak gagasan universal dan bastrak Hegel, dan lebih menganggap bahwa manusia sebagai invidual yang konkret, unik dan menentukan hidupnya sendiri. Bagi eksistensialism tidak ada satupun mahluk yang sama persis, setiap individu memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya dan menjalani hidupnya yang khas.
Namun pada akhrinya setelah perdebatan panjang mereka, kaum strukturalism tetap mengambil dasar pemikiran yang berlawanan terhadap eksitensialism, dengan menyatakan bahwa sesungguhnya manusia tidaklah memiliki kebebasan karena pada dasarnya sejak awal manusia telah ditentukan oleh struktur-struktur tertentu yang ada di dalam bawah sadarnya serta kekangan dari struktur sosial-budaya mereka. Strukturalism tetap menganggap bahwa manusia sama seperti alam yang tunduk terhadap sistem hukum alam itu sendiri, manusia pada dasarnya tidak bebas untuk menentukan tindakannya karena sudah ada struktur yang mengatur tindakannya. Contoh dalam kasus Saussure, diamana dia menyatakan bahwa manusia tidak bebas dalam menggunakan bahsanya karena dalam bahasa individu ditentukan oleh struktur yang ada dalam alam bawah sadarnya. Strukturalism menerima adanya struktur yang relatif tetap dan stabil yang menentukan individu itu berbahasa yang juga menentukan individu itu bertindak.
Para tokoh strukturalism mempertanyakan asumsi humanis tentang peran individu yang katanya sebagai sumber suatu penentu makna dan tindakan. Menurut para kaum strukturalism, manusia bukanlah suatu mahluk yang bebas akan tetapi adalah suatu mahluk yang strukturnya telah ditentukan oleh lingkungan sekitarnya. Contoh seperti bahasa, bahasa bukanlah suatu hal yang muncul bebas lepas dari subjek yang berbicara namun muncul karena suatu sistem sosila yang berperan saat itu. Contoh lainnya seperti dalam tingkah laku, menurut Sigmud Freud yang merupakan pakar psikologi menjelaskan bahwa tingkah laku dipengaruhi oleh dinamika id, ego , dan super-ego, dimana id (irasionalitas) dianggap lebih dominan daripada rasionalitas. Pandangan ini menyatakan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dan tindakannya, yang dimana justru tindakan dan bahasa mereka ditentukan oleh struktur bawah sadarnya. Namun karena hal ini kaum strukturalism malah dianggap sebagai kaum "antihumanism" atau menimbulkan "kematian manusia".
Namun posisi saya dalam pembahasan ini bukan merujuk pro atau kontra terhadap strukturalism maupun eksitensialism atau post-strukturalism. Namun lebih menganggap bahwa segala sesuatu baik disadari atau tidak pada dasarnya adalah melakukan apa yang bisa mereka lakukan. Setiap hal hanya berada pada posisi yang bisa dan memungkinkan untuk mereka, terlepas dari itu disebut struktur atau kebebasan. Setelah selesai membahas materi ini saya hanya berpikir bahwa "begitu sombongnyakah manusia?" mereka selalu menganggap diri mereka sebagai tolak ukur terhadap sesuatu bahkan mungkin segala sesuatu. Mereka takut mati namun setiap hari selalu membunuh, mereka takut bodoh padahal mereka sendiri adalah kebodohan, mereka takut miskin padahal tidak ada apapun yang mereka punya dan masih banyak lagi hal yang manusia lakukan yang membuat saya tertawa sendiri memikirkanya.

Sekian terimakasih.




Senin, 23 Februari 2015

Filsafat Islam (ringkasan dan initisari dari lembaran Chapter 1 : The meaning and concept of philosophy in islam)

Nama : Dimas rizky Akbary

Tugas : Filsafat Islam (ringkasan dan initisari dari lembaran Chapter 1 : The meaning and concept of philosophy in islam)
Dalam pembahsan filsafat islam kali ini saya akan membahas tentang lembaran yang diberikan dari dosen yang berjudul "The meaning and concept of philosophy in islam" atau artinya adalah "Definisi dan konsep filsafat dalam islam". Dalam lembaran ini berisi tentang uraian pemahaman para filosof Muslim tentang definisi dan arti konsep filsafat serta istilah hikmah dan falsafah. Tentu saja pemahaman ini juga mencakup apa yang dipahami oleh bangsa Yunani tentang istilah philosophia dan beberapa definisi dari sumber-sumber Yunani, agar dapat diketahui bagaimana istilah dan definisi tersebut masuk ke dalam Bahasa Arab.

Beberapa definisi dari sumber-sumber Yunani yang dikenal kalangan filosof Muslim adalah :
1. Filsafat (al-falsafah) adalah pengetahuan tentang segala eksistensi (keberadaan) sebagaimana ia ada.
2. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang seluruh hal yang sakral dan profan.
3. Filsafat adalah mencari perlindungan dalam kematian, yang berarti, mencintai kematian itu sendiri
4. Filsafat adalah berusaha menjadi seperti-Tuhan dalam batas kemampuan manusia.
5. Filsafat adalah adalah seni dari segala seni dan ilmu dari segala ilmu.
6. Filsafat adalah sinonim dari hikmah.
Para Filosof Muslim mengkompromikan definisi-definisi filsafat yang mereka peroleh dari sumber-sumber klasik ini dengan apa yang mereka kenal dalam istilah Qur`ani sebagai Hikmah, seraya meyakini bahwa asal hikmah itu sendiri adalah suci. Filosof Muslim pertama, Abu Ya’qub al-Kindi menulis dalam bukunya “ On First Philosophy “ yang menjelaskan bahwa Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang realita segala sesuatu dalam batas kemampuan manusia, karena orientasi filosof dalam pengetahuan teoretis adalah untuk mendapatkan kebenaran, dan dalam pengetahuan praktis adalah berprilaku sesuai dengan kebenaran. Para filsuf lainnya seperti Al-Farabi yang menyetujui pengertian ini, juga menambahkan pembedaan antara filsafat yang didasari oleh kepastian seperti halnya demonstrasi, dan filsafat yang didasari oleh opini seperti halnya dialektika dan sophistry. Beliau juga bersikeras menyatakan bahwa filsafat adalah induk dari segala ilmu pengetahuan dan berkaitan dengan segala sesuatu yang ada.
Dalam lembaran ini ada perdebatan menarik antara Suhrawardi dan Mulla Sadra yang merupakan filsuf islam pada masa itu. Bersama Suhrawardi kita tidak hanya memasuki era baru, namun juga alam lain dari filsafat Islam. Suhrawardi melihat adanya “hikmah” dalam Yunani kuno sebelum berkembangnya rasionalisme Aristotelian dan memaknai hikmah sebagai perilaku keluar dari tubuh fisik dan naik ke alam cahaya, seperti yang dilakukan oleh Plato. Gagasan yang sama juga ditemukan di seluruh karya-karyanya, dan ia bersikeras bahwa level hikmah tertinggi memerlukan penyempurnaan akal teoretis sekaligus penyucian jiwa.
Sedangkan Mulla Saddra tidak hanya terdapat sintesis berbagai macam aliran pemikiran Islam awal, tapi juga sintesis berbagai pandangan awal tentang makna kata “hikmah” dan konsep filsafat. Pada permulaan Asfar dia menulis, seraya mengulang beberapa pandangan dan menyimpulkan beberapa definisi awal, “Filsafat adalah menyempurnakan jiwa sampai pada tingkat kemampuan manusia melalui pengetahuan tentang realitas esensial dari segala sesuatu, dan dengan penilaian terhadap eksistensi mereka, didasari dengan bukti kuat dan tidak hanya diperoleh lewat opini atau peniruan. Kemudian di dalam buku al-Syawâhid al-Rububiyyah, dia menambahkan, “[dengan hikmah] seseorang menjadi (layaknya) alam pemikiran yang menggambarkan alam nyata dan mirip dengan image atas eksistensi universal”.
Mulla Sadra menerima makna “hikmah” yang dipahami oleh Suhrawardi dan kemudian memperluas makna filsafat hingga mencakup dimensi iluminasi dan kesadaran yang diperoleh melalui isyrâq serta pemahaman sufi atas istilah tersebut. Baginya dan tokoh-tokoh sezamannya, serta para pendahulunya, filsafat dipandang sebagai pengetahuan utama tentang ketuhanan yang dicapai melalui derajat kenabian. Konsep filsafat yang berkaitan dengan pencapaian kebenaran tentang asal segala wujud dan menggabungkan pengetahuan akal dengan penyucian dan penyempurnaan wujud diri manusia ini, berlaku sampai sekarang di manapun tradisi filsafat Islam berlanjut, dan pada kenyataannya, telah menjadi representasi tradisi filsafat Islam yang paling sempurna hingga hari ini.