Untuk penjelasan "Positvisme Logis", kita harus
tau dulu apa itu "Positivisme". "Positivisme" adalah sebuah
paham yang berkembang di masyarakat Eropa pada awal abad ke-19 sampai ke-20.
Positivisme itu sendiri sebenarnya adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan
ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak
aktifitas yang berkenaan dengan metafisika. Positivisme awalnya adalah sebuah filsafat yang menyakini bahwa
satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman
aktualfisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan
teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis
dihindari.
Pemahaman Positivisme ini
dicetuskan pada pertengahan abad ke-19 oleh salah seorang pendiri ilmu
sosiologi yaitu "Auguste Comte". Ia percaya bahwa dalam alam pikiran
manusia melewati tiga tahapan yaitu tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap
positivisme. Pertama tahap yaitu Teologis, Dalam tahap ini peristiwa-peristiwa
dalam alam dijelaskan dengan istilah-istilah kehendak atau tingkah dewa-dewi.
Dalam semua peristiwa alam diyakini bahwa ada kekuatan supranatural yang
mengatur dan menyebabkan semua kejadian alam. Lalu yang kedua adalah tahap metafisik, Di tahap ini
peristiwa-peristiwa tersebut dijelaskan melalui hukum-hukum umum tentang alam.
Dikatakan juga sebagai modifikasi dari tahap Teologis, bedanya pada tahap ini kekuatan
dewa-dewi diganti oleh entitas metafisik yang dianggap ada pada setiap
benda. Dan tahap yang ketiga adalah positivisme, ini merupakan tahap
berpikir real, faktual dan nyata sebagai dasar pengetahuan, dalam tahap inilah
semua peristiwa-peristiwa dijelaskan secara ilmiah. Comte berpendapat bahwa ini
merupakan puncak dari tahap pemikiran manusia, ia mengartikan bahwa Positivisme
sebagai segala sesuatu yang nyata, yang jelas, yang pasti dan bermanfaat.
Namun sayangnya pemahaman Positivisme ini dianggap
mengandung beberapa kelemahan yaitu, Reduksi realitas pada fakta yang teramati
telah menyingkirkan dimensi dan prefektif lain, dan memandang manusia hanya
sebagai objek. Pandangan seperti itu tidak dapat dibenarkan. Lalu yang kedua,
Positivisme tidak mengakui sifat kontigensi, relativitas dan historisitas
(rasio) manusia. Lalu Positivisme juga tidak mampu menjelaskan keberagaman
budaya dan keuinikan manusia seperti budaya lokal, etnis, agama, dan kultur.
Karena itu Positivisme ditolak oleh pendukung Post-Positivisme dan
Postmodernisme, serta dalam ilmu sosial-budaya, Positivisme banyak di kritik
dan ditinggalkan. Lalu kepercayaan Positivisme ini bahwa ilmu pengetahuan akan
membawa kepada kemajuan ternyata di sisi lain juga membawa pengaruh yang
negatif seperti persaingan senjata/perang, kesenjangan antara negara kaya dan
miskin, masalah ekologi dan lain-lain. Maalah ini juga merupakan kritik dari
kaum Post-Positivisme terhadap Positivisme yang sangat mempercayai bahwa ilmu
pengetahuan dapat menciptakan keadilan, kemakmuran dalam masyarakat modern.
Ilmu pengetahuan dan teknologi memang bisa memberi kemudahan dan harapan bagi
umat manusia, namun di sisi lain juga membawa dampak negatif (bersifat
Ambivalen).
Sejak saat itu munculah dengan paham yang disebut "Postivisme
Logis". Postivisme logis adalah suatu faham filsafat ilmu pengetahuan yang
dimulai oleh Lingkaran Wina. Mereka menggabungkan beberapa aspek dari positivisne August
Comte dan Ernest Mach dengan berapa aspek filsafat analitis. Terutama mereka
terpengaruh oleh filsafat bahasa Wittgenstein. Lingkaran Wina merupakan
sekumpulan ilmuan yang membahas mengenai ilmu pengetahuan. Positivisme Logis
dipopulerkan di inggris oleh A.J. Ayers.
Beberapa tokoh filsafat analitik seperti Bertand Russel mulai
mengemukakan istilah "Data Indrawi" sebagai suatu hal yang tidak
dapat diragukan oleh semua aliran filsafat ilmu pengetahuan. Dia menolak
Idealisme dengan menyatakan bahwa apa yang saya ketahui tidak dapat direduksi
pada kesadaran saya mengenainya. Beberapa tokoh filsafat analitik menganggap
bahwa idealisme itu bertentangan dengan akal sehat. Menurut mereka filsafat
harus berpijak pada akal sehat dan alatnya adalah analisis. Dalam pandangan
tokoh-tokoh positivisme logis atau fisafat analitik, pernyataan ilmiah harus
disusun berdasarkan data indrawi, karena itu bahasa ilmiah dapat dianalisis
benar tidaknya berdasarkan verifikasi faktual. Dalam pandangan mereka, hanya
ada dua model bahasa yang rasional (bisa dibuktikan benar atau salah) yaitu
kalimat atau proposisi analitis dan proposisi sintetis. Proposisi analitis
adalah pernyataan logika dan matematika sedangkan sintetis berdasarkan fakta
(pengalaman).
Tujuan dari Positivisme dan positivisme Logis sebenarnya
adalah untuk menghancurkan filsafat dan metafisika, kecuali filsafat yang dapat
menjadi dasar bagi ilmu pengetahuan absolud. Positivisme membatasi bahsa ilmiah
hanya pada dua hal yaitu bahasa faktual dan pernyataan logis matematis.
Anehnya, kriteria tentang batas bahasa yang dikemukakan oleh tokoh positivisme
logis itu sebenarnya bukan didasarkan oleh verifikasi empiris melainkan
diterima begitu saja. Maka dari itu Sayangnya, Postivisme Logis memiliki
kelemahan yang fatal. Ini disebabkan karena jika semua pernyataan yang tidak
bisa diverifikasi tidak memiliki makna maka Positivisme Logis juga tidak
memiliki makna karena pernyataan Positivisme Logis sendiri sama sekali tidak bisa diverifikasi maka dari
itu Positivisme Logis tidak bermakna.
Kesimpulannya, Positivisme adalah suatu aliran filsafat
yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar
dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisika. Positivisme merupakan
empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim
karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain
bentuk, maka dari itu sebenarnya tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
Menurut saya suatu kebenara tetap bernilai benar meskipun tidak ada satu
orangpun yang mempercayainya dan kesalahan tetaplah salah walaupun semua orang
mempercayainya. Namun dalam ruang
lingkup sosial hal itu sangat sulit berlaku karena disana benar atau salahnya suatu hal tidak
dapat benilai absolud atau universal, sesuatu dapat menjadi benar jika
mayoritas ataupun pihak berkuasa saat itu menyatakan benar hal itu dan sesuatu
bisa menjadi salah jika mayoritas dan pihak berkuasa menyatakan hal itu salah.
Referensi :
Buku Filsafat Ilmu - Dr. Akhyar Yusuf Lubis
www.philosophypages.com
catatan kuliah filsafat ilmu
pemikiran sendiri
Buku Filsafat Ilmu - Dr. Akhyar Yusuf Lubis
www.philosophypages.com
catatan kuliah filsafat ilmu
pemikiran sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar