Kamis, 26 Maret 2015

Teori Sosial Kritis

Nama : Dimas Rizky Akbary
            NPM : 1306371400
Teori Sosial Kritis
Penjelasan mengenai teori sosial kritis kali ini adalah penjelasan hasil dari pemahaman saya berdasarkan bahan yang saya baca. Bagi saya teori kritis merupakan sebagian dari kelompok teori, meskipun saya tidak terlalu memberi taksonomi sepenuhnya bagi pengelompokan teoritis dalam sosiologi dan ilmu sosial lainnya.
Teori sosial kritis sebetulnya berlawanan dengan positivisme. Bagi mereka pengetahuan bukan semata-mata refleksi atas dunia statis ''diluar sana''. Namun dia adalah kontruksi aktif oleh ilmuan dan teori yang membuat asumsi tertentu tentang dunia yang mereka pelajari, sehingga tidak sepenuhnya bebas nilai. Lalu, teori kritis tidak menyatakan bahwa sains harus menjelaskan hukum alam masyarakat seperti para positivisme katakan, namun sebaliknya, teori kritis justru percaya bahwa masyarakat ditandai oleh historisasi (terus mengalami perubahan).
Teori kritis sosial membedakan masa lalu dan masa sekarang, dimana ditandai dengan dominasi, eksploitasi dan penindasan. Dia menghubungkan masa lalu, masa kini dan masa depan dengan asumsi bahwa potensi untuk masa depan yang lebih baik sudah ada di masa lalu dan masa kini. Maka, dalam hal ini teori sosial kritis sebenarnya mendorong untuk suatu kemajuan. Masyarakat masa depan ini dapat diciptakan dengan aksi sosial dan politis yang dilakukan dengan cara intensif. Peran teori sosial kritis bersifat politisi karena dia berpartisipasi dalam mendorong perubahan sosial.  Terserah masyarakat dalam menilai dan menawarkan pandangan secara analisisnya untuk masyarakat sendiri dan kelompok yang terlibat dalam pergerakan sosial.
Teori sosial kritis juga berpandangan bahwa dominasi bersifat struktural. Yaitu maksudnya, kehidupan masyarakat sehari-hari dipengaruhi oleh institusi sosial yang lebih besar seperti politik, budaya, gender, dan ras. Teori sosial kritis mengungkap hal ini untuk membantu masyarakat dalam memahamai akar global dan rasional penindasan yang mereka alami.
Pada bagian ini, teori sosial kritis berkeyakinan bahwa struktur dominasi diproduksi oleh kesadaran palsu manusia , dikuatkan lagi dengan ideologi, seperti yang Marx jelaskan, lalu reifikasi (Lukacs), hegemoni (Antonio Gramsci), lalu ada metafisika keberadaan yang dijelaskan oleh Deririda. Sekarang kesadaran palsu dipelihara oleh ilmu sosial positivis seperti ekonomi dan sosiologi yang biasanya selalu mengambarkan bahwa masyarakat dikendalikan oleh suatu hukum yang kaku.  Maka dari itu peran teori sosial kritis adalah mematahkan kesadaran palsu tersebut dengan meyakini adanya kuasa manusia, baik secara pribadi maupun secara kolektif untuk mengubah masyarakat.
Teori sosial kritis sebenarnya berkeyakinan bahwa perubahan sosial dimulai dari rumah, khususnya pada kehidupan sehari-hari manusia, misalnya peran keluarga, tempat kerja dan seksualitas. Dalam hal ini teori sosial kritis menghindari determinisme dan mendukung voluntarisme. Mengikuti pemikiran Marx, teori sosial kritis megambarkan hubungan antara struktur dan manusia secara dialektis. Meskipun struktur mengkondisikan pengalaman sehari-hari, pengetahuan tentang strukur dapat membantu masyarakat mengubah kondisi sosialnya.
Dengan mengaitkan kehidupan sehari-hari masyarakat dengan struktur sosial skala besar, teori sosial kritis berlawanan dengan pernyataan bahwa kemajuan akhir terletak pada ujung jalan panjang yang hanya dapat dilewati dengan mengorbankan kebebasan dan hidup manusia. Dengan terfokus pada hubungan dialektis antara kehidupan sehari-hari dengan struktur, teori sosial kritis berkeyakinan bahwa manusia bertanggung jawab sepenuhnya atas kebebasan mereka sendiri serta mencegah mereka agar tidak menindas sesamanya atas nama masa depan kebebasan jangka panjang. Teori sosial kritis menolak pragmatisme revolusioner, dengan menyatakan bahwa ditaktor proletar atau kelompok garis depan elitis lainnya akan dengan cepat menjadi ditaktor atas kaum proletar.

Kritik teori sosial kritis atas positivisme merupakan karakteristik sentral dan paling tahan lama. Kecendrungan ruang positivis dalam ilmu sosial sejak masa pencerahan memprovokasi teori sosial kritis. Hal ini dimulai dengan Marx. Pernyataan Comte bahwa sosiologi harus menjadi "fisika sosial", yaitu dengan menjabarkan bagaimana hukum sosial yang seolah-olah alamiah itu membekukan masa kini menjadi es ontologi. Mengambarkan pola-pola historis seperti ini sebagai kapitalisme, rasisme, seksisme, dan dominasi alam adalah suatu hal yang tidak dapat dihindarkan. Marx mencoba untuk merepresentasikan sifat sosial ini dengan yang disebutnya kritik ideologis. Menurutnya ini mengarah kepada agama dan ekonomi politik borjuis. Beberapa perkembangan penting dalam teori kritis sejak Marx telah mencakup perpaduan pandanga sastra dengan teori budaya, termsuk didalamnya baik posmodernisme  maupun feminisme, yang memungkinkan kritik ideologi asli Marx diperluas kedalam analisis kritis atas seluruh cakupan diskursus ideologis, mulai dari media masa hingga ke pendidikan dan bahkan sampai ke artistektur.

Selasa, 10 Maret 2015

Filsafat Sosial dalam pembahasan mengenai Strukturalism

Nama : Dimas Rizky Akbary
NPM : 1306371400
Tugas : Filsafat Sosial (Strukturalism)

Pada pembahasan kali ini saya akan mencoba untuk menjelasakan tentang apa yang dimaksud dengan strukturalims. Dari mulanya strukturalism ini adalah aliran pemikiran yang berkembang pada awal abad 20, yang dimana konsep pemikiran ini tettu saja berkembang dikarenakan adanya keterkaitan dengan konsep yang berkembang sebelumnya dan juga mempengaruhi pemikiran setelahnya. Istilah kata struktur pada awalnya berkembang pada kaum ilmu pengetahuan alam atau sains yang dimana pada saat itu mereka membicarakan tentang struktur atom, kima dan struktur tubuh. Lalu istilah ini terus berkembang dan masuk ke beberapa bidang pengetahuan sosial-humaniora seperti sosiologi, ilmu budaya, psikologi, antropologi, dan linguistik. Namun pengaruh ilmu pengetahuan alam terhadap ilmu pengetahuan sosial ini tidak hanya tentang menggunakan istilah struktur, melainkan semangat ilmiah yang mengasumsikan bahwa semua fenomena sosial-budaya ditentukan atau memiliki suatu struktur yang sama.
Pada awal abad ke 20 muncul salah seorang tokoh beranama Ferdinand de Saussure. Ia adalah tokoh yang lahir di Swiss tahun 1857, kuliah sains di Universitas Jenewa, kemudian beralih kuliah bahasa di Leipzig. Semasa itu ia telah membuat sebuah buku yang berjudul Memoire sur le Systeme Primitif des Voyelles dans les Langues Indo-europe enness (Memori tentang sistem huruf hidup asal dalam bahasa-bahasa Indo-Eropa). Istilah strukturalism sendiri sebenarnya berasal dari Troubetzkoy, sedangkan si Saussure sendrir lebih sering menggunakan kata sistem, namun dalam dunia akademik istilah struktur lebih banyak digunakan ketimbang sitem. Tahun 1940 istilah struktur mulai dikenal di kalangan Eropa. Istilah ini tidak hanya digunakan dalam bidang linguistik namun juga dalam bidang antropologi sosial dan psikologi. Sebenarnya ada sedikit perbedaan antara eropa dan amerika dalam penerapan istilah struktur ini, namun intinya tetap sama yaitu mengakui adanya suatu struktur atau sistem. Sistem adalah suatu bagian atau seperangkat bagian yang saling berkaitan. Maka penelitian strukturalism memfokuskan perhatiannya pada elemen-elemen yang membentuk sistem ini seperti sistem tubuh, sosial, kesadaran, ekonomi dan lain-lain.
Srtrukturalism sebagai salah satu aliran pemikiran pada abad 20, gagasan mengenainya banyak dipengaruhi oleh pemikiran yang berkembang pada abad itu seperti aliran positivime, idealism, hermenetika, marxsisme, eksistensialism, dan filsafat analitik. Masing-masing dari para aliran ini tentu saja memiliki pemahaman yang berbeda-beda meskipun pada dasaranya disadari atau tidak mungkin saja mereka saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lainnya.
Salah satu pembahasan strukturalism yang membuat saya sedikit tertarik adalah mengenai pembahasan struktur lingistik. Struktur linguistik sebenarnya adalah suatu sistem yang pemaknaan sepenuhnya ditentukan oleh sistem atau struktur dari bahasa itu sendiri. Sebelum Saussure menjelaskan penejelasannya mengenai struktur, analisa bahasa cenderung lebih menganalisa dari asal-usul kata itu sendir seperti sejaranya atau latarbelakangnya. Namun Saussure malah mengabaikan hal itu dan lebih fokus ke analisa strutur bahasa atau kata itu sendiri. Dalam pandangannya, semua bahasa memiliki kosa kata yang membagi dunia dalam kategori-kategori yang berbeda, sintaksisnya menghubungkan konsep ke dalam cara yang benar-benar berbeda. Baginya strukturalism bukanlah suatu gaya hidup seperti para kaum eksistensialim katakan namun lebih ke suatu metode teoritis dan merupakan suatu pendekatan terhadap bahasa atau metode analisis linguistik.
Lalu ada juga penjelasan strukturalism oleh Marx yang mengemukakan bahwa adanya struktur yang tersebunyi mendasari masyarakat dan ekonomi. Jika Saussure menganggap bahwa struktur bahasa sebagai suatu yang mendasari semua bahasa maka, Marx lebih menganggap adanya struktur ekonomi sebagai infrastruktur yang mendasari suprastruktur. Namun mereka berdua sebenarnya sama-sama menganggap bahwa struktur adalah suatu realita yang tidak teramati secara langsung karena struktur tidak didasari oleh suatu empirik karena sifatnya yang apriori.
Pada Marx, pemikiran mengenai strukturalismnya itu terlihat ketika dia menjelasakan bahwa masyarakat terdiri dari strukur basis dan suprastruktur. Basis strukur ini adalah suatu hal yang bersifat material seperti alat-alat produksi, distribusi dan pertukaran, sedangkan untuk suprastruktur adalah suatu hal yang meliputi dunia kultural atau budaya seperti agama, hukum, pilitik, dan ideologi. Menurut Marx, suprastruktur ditentukan oleh sifat dan landasan ekonomi sebagai dasar atau basisnya. Contoh seperti masyarakat yang hidup di perairan atau pinggiran laut pasti memiliki suatu struktur basis yang cenderung lebih mengagungkan laut mereka, menganggap bahwa adanya dewa laut yang berkuasa yang tentu saja ini akan mengubah ideologi mereka serta merambat sampai ke ekoomi mereka, hal ini juga pasti berbeda dengan masyarakat yang hidup di pegunungan atau dataran luas yang lebih menganggungkan gunung mereka misalnya, yang dimana ini juga berdampak pada ideologi mereka serta ekominya. Gagasan Marx ini disebut sebagai "determinisme ekonomi", dimana hubungan produksi dan faktor produksi lebih menentukan problem politik, hukum, budaya, seni dan lain-lain.
Pada dasarnya strukturalism linguistik merupakan suatu metode yang berupaya mencari struktur dan konvensi dasar yang memungkinkan bahasa digunakan. Strukturalism berupaya menemukan insfratuktur bahasa yang sama pada semua penggunaan bahasa. Strukturalism mengakui adanya persamaan semua bahasa dimana setiap bahasa selalu menggunakan struktur paradigmatik yang sama. Semua bahasa secara paradigma memmiliki sandaran yang sama. Semua memiliki sistem atau struktur yang mengkombinasikan banyak kategori untuk membuat pernyataan yang orisinil dan semua bahasa juga sama-sama memiliki struktur yang berbeda baik dari oposisi biner maupun kombinasinya.
Lalu satu hal lagi yang membuat saya tertarik adalah perdebatan antara strukturalism dan eksitensialm. Sebenarnya kedua pemikiran ini adalah aliran filsafat yang sama-sama berkebang pada abad ke 20. Apabila strukturalism lebih fokus ke bidang linguistik maka eksistensialism lebih fokus dalam membahas keberadaan manusia yang salah satu cirnya adalah kemampuan untuk berbahasa. Eksistensialism ini sebenranya lahir dari gagasan Kierkegard dan Nietzsche sebagai bentuk perlawanan terhadap idealism Hegel.
Eksistensialism menolak gagasan universal dan bastrak Hegel, dan lebih menganggap bahwa manusia sebagai invidual yang konkret, unik dan menentukan hidupnya sendiri. Bagi eksistensialism tidak ada satupun mahluk yang sama persis, setiap individu memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya dan menjalani hidupnya yang khas.
Namun pada akhrinya setelah perdebatan panjang mereka, kaum strukturalism tetap mengambil dasar pemikiran yang berlawanan terhadap eksitensialism, dengan menyatakan bahwa sesungguhnya manusia tidaklah memiliki kebebasan karena pada dasarnya sejak awal manusia telah ditentukan oleh struktur-struktur tertentu yang ada di dalam bawah sadarnya serta kekangan dari struktur sosial-budaya mereka. Strukturalism tetap menganggap bahwa manusia sama seperti alam yang tunduk terhadap sistem hukum alam itu sendiri, manusia pada dasarnya tidak bebas untuk menentukan tindakannya karena sudah ada struktur yang mengatur tindakannya. Contoh dalam kasus Saussure, diamana dia menyatakan bahwa manusia tidak bebas dalam menggunakan bahsanya karena dalam bahasa individu ditentukan oleh struktur yang ada dalam alam bawah sadarnya. Strukturalism menerima adanya struktur yang relatif tetap dan stabil yang menentukan individu itu berbahasa yang juga menentukan individu itu bertindak.
Para tokoh strukturalism mempertanyakan asumsi humanis tentang peran individu yang katanya sebagai sumber suatu penentu makna dan tindakan. Menurut para kaum strukturalism, manusia bukanlah suatu mahluk yang bebas akan tetapi adalah suatu mahluk yang strukturnya telah ditentukan oleh lingkungan sekitarnya. Contoh seperti bahasa, bahasa bukanlah suatu hal yang muncul bebas lepas dari subjek yang berbicara namun muncul karena suatu sistem sosila yang berperan saat itu. Contoh lainnya seperti dalam tingkah laku, menurut Sigmud Freud yang merupakan pakar psikologi menjelaskan bahwa tingkah laku dipengaruhi oleh dinamika id, ego , dan super-ego, dimana id (irasionalitas) dianggap lebih dominan daripada rasionalitas. Pandangan ini menyatakan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dan tindakannya, yang dimana justru tindakan dan bahasa mereka ditentukan oleh struktur bawah sadarnya. Namun karena hal ini kaum strukturalism malah dianggap sebagai kaum "antihumanism" atau menimbulkan "kematian manusia".
Namun posisi saya dalam pembahasan ini bukan merujuk pro atau kontra terhadap strukturalism maupun eksitensialism atau post-strukturalism. Namun lebih menganggap bahwa segala sesuatu baik disadari atau tidak pada dasarnya adalah melakukan apa yang bisa mereka lakukan. Setiap hal hanya berada pada posisi yang bisa dan memungkinkan untuk mereka, terlepas dari itu disebut struktur atau kebebasan. Setelah selesai membahas materi ini saya hanya berpikir bahwa "begitu sombongnyakah manusia?" mereka selalu menganggap diri mereka sebagai tolak ukur terhadap sesuatu bahkan mungkin segala sesuatu. Mereka takut mati namun setiap hari selalu membunuh, mereka takut bodoh padahal mereka sendiri adalah kebodohan, mereka takut miskin padahal tidak ada apapun yang mereka punya dan masih banyak lagi hal yang manusia lakukan yang membuat saya tertawa sendiri memikirkanya.

Sekian terimakasih.




Senin, 23 Februari 2015

Filsafat Islam (ringkasan dan initisari dari lembaran Chapter 1 : The meaning and concept of philosophy in islam)

Nama : Dimas rizky Akbary

Tugas : Filsafat Islam (ringkasan dan initisari dari lembaran Chapter 1 : The meaning and concept of philosophy in islam)
Dalam pembahsan filsafat islam kali ini saya akan membahas tentang lembaran yang diberikan dari dosen yang berjudul "The meaning and concept of philosophy in islam" atau artinya adalah "Definisi dan konsep filsafat dalam islam". Dalam lembaran ini berisi tentang uraian pemahaman para filosof Muslim tentang definisi dan arti konsep filsafat serta istilah hikmah dan falsafah. Tentu saja pemahaman ini juga mencakup apa yang dipahami oleh bangsa Yunani tentang istilah philosophia dan beberapa definisi dari sumber-sumber Yunani, agar dapat diketahui bagaimana istilah dan definisi tersebut masuk ke dalam Bahasa Arab.

Beberapa definisi dari sumber-sumber Yunani yang dikenal kalangan filosof Muslim adalah :
1. Filsafat (al-falsafah) adalah pengetahuan tentang segala eksistensi (keberadaan) sebagaimana ia ada.
2. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang seluruh hal yang sakral dan profan.
3. Filsafat adalah mencari perlindungan dalam kematian, yang berarti, mencintai kematian itu sendiri
4. Filsafat adalah berusaha menjadi seperti-Tuhan dalam batas kemampuan manusia.
5. Filsafat adalah adalah seni dari segala seni dan ilmu dari segala ilmu.
6. Filsafat adalah sinonim dari hikmah.
Para Filosof Muslim mengkompromikan definisi-definisi filsafat yang mereka peroleh dari sumber-sumber klasik ini dengan apa yang mereka kenal dalam istilah Qur`ani sebagai Hikmah, seraya meyakini bahwa asal hikmah itu sendiri adalah suci. Filosof Muslim pertama, Abu Ya’qub al-Kindi menulis dalam bukunya “ On First Philosophy “ yang menjelaskan bahwa Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang realita segala sesuatu dalam batas kemampuan manusia, karena orientasi filosof dalam pengetahuan teoretis adalah untuk mendapatkan kebenaran, dan dalam pengetahuan praktis adalah berprilaku sesuai dengan kebenaran. Para filsuf lainnya seperti Al-Farabi yang menyetujui pengertian ini, juga menambahkan pembedaan antara filsafat yang didasari oleh kepastian seperti halnya demonstrasi, dan filsafat yang didasari oleh opini seperti halnya dialektika dan sophistry. Beliau juga bersikeras menyatakan bahwa filsafat adalah induk dari segala ilmu pengetahuan dan berkaitan dengan segala sesuatu yang ada.
Dalam lembaran ini ada perdebatan menarik antara Suhrawardi dan Mulla Sadra yang merupakan filsuf islam pada masa itu. Bersama Suhrawardi kita tidak hanya memasuki era baru, namun juga alam lain dari filsafat Islam. Suhrawardi melihat adanya “hikmah” dalam Yunani kuno sebelum berkembangnya rasionalisme Aristotelian dan memaknai hikmah sebagai perilaku keluar dari tubuh fisik dan naik ke alam cahaya, seperti yang dilakukan oleh Plato. Gagasan yang sama juga ditemukan di seluruh karya-karyanya, dan ia bersikeras bahwa level hikmah tertinggi memerlukan penyempurnaan akal teoretis sekaligus penyucian jiwa.
Sedangkan Mulla Saddra tidak hanya terdapat sintesis berbagai macam aliran pemikiran Islam awal, tapi juga sintesis berbagai pandangan awal tentang makna kata “hikmah” dan konsep filsafat. Pada permulaan Asfar dia menulis, seraya mengulang beberapa pandangan dan menyimpulkan beberapa definisi awal, “Filsafat adalah menyempurnakan jiwa sampai pada tingkat kemampuan manusia melalui pengetahuan tentang realitas esensial dari segala sesuatu, dan dengan penilaian terhadap eksistensi mereka, didasari dengan bukti kuat dan tidak hanya diperoleh lewat opini atau peniruan. Kemudian di dalam buku al-Syawâhid al-Rububiyyah, dia menambahkan, “[dengan hikmah] seseorang menjadi (layaknya) alam pemikiran yang menggambarkan alam nyata dan mirip dengan image atas eksistensi universal”.
Mulla Sadra menerima makna “hikmah” yang dipahami oleh Suhrawardi dan kemudian memperluas makna filsafat hingga mencakup dimensi iluminasi dan kesadaran yang diperoleh melalui isyrâq serta pemahaman sufi atas istilah tersebut. Baginya dan tokoh-tokoh sezamannya, serta para pendahulunya, filsafat dipandang sebagai pengetahuan utama tentang ketuhanan yang dicapai melalui derajat kenabian. Konsep filsafat yang berkaitan dengan pencapaian kebenaran tentang asal segala wujud dan menggabungkan pengetahuan akal dengan penyucian dan penyempurnaan wujud diri manusia ini, berlaku sampai sekarang di manapun tradisi filsafat Islam berlanjut, dan pada kenyataannya, telah menjadi representasi tradisi filsafat Islam yang paling sempurna hingga hari ini.










Filsafat Sosial (Review bahan bacaan "Social ontology" dari John R. Searle) versi 2

Nama : Dimas Rizky Akbary

Tugas : Filsafat Sosial (Review bahan bacaan "Social ontology" dari John R. Searle)

1. Jaminan Ilmu Sosial
Tugas filsfat sosial ini adalah review dari suatu pembasan mengenai ontologi sosial yang dibahas oleh John R. Searle. Dalam penjelasanya ini dia mengemukakan bahwa ontologi sosial berangkat dari adanya fakta-fakta sosial, mengapa dikatakan fakta sosial? Kita tau bahwa suatu fakta dalam realita sering sekali terjadi dimana-mana dan kapanpun, seperti halnya matahari yang setiap pagi terbit atau ayam yang setiap pagi berkokok, air yang jatuh dari langit atau yang biasa sebut hujan, uang yang dipakai untuk membeli barang, dan berbagai fakta lainnya yang selalu terjadi disekitar kita. Namun ada yang membedakan antara beberapa hal tersebut, ada yang disebut dengan fakta independen dan fakta agen.
Fakta independen adalah suatu fakta yang berdiri sendiri yang merupakan perwujutan dari sebab akibat, seperti jika "A" maka "B" atau jika hujan maka jalan basah. Sedangkan fakta agen adalah fakta yang membutuhkan adanya agen sosial yaitu manusia, seperti uang, negara, sebuah band, grup basket ataupun hal-hal lainnya yang membutuhkan agen sosial didalamnya yaitu manusia.
Jadi bagi Searle untuk dapat mengetahui ontologi sosial kita harus dapat memahami dulu tentang bahasa manusia ini, menemukan aturan-aturan dalam bahasa serta fungsi fundamentalnya. Ada dua hal adalam pemilahan statmen yaitu objektif dan subjektif, dimana yang objektif adalah suatu statmen yang begitu adanya seperti contohnya "saya yang lahir pada tanggal 29 maret" statmen tersebut sudah merupakan statmen ojektif karena emeng seprti itu adanya sedangkan statmen subjektif adalah statmen yang berasal dari luar atau pendapat orang lain, contonya seperti "adik saya yang lebih pintar dari saya". Lalu dari sisi ontologi dalam statmen tersebut dapat dibagi lagi menjadi ontologi subjektif dan objektif dimana yang objektif adalah suatu hal yang independen seperti ada kucing dan tikus disana, hal ini tidaklah membutuhkan adanya peran tambahan dalam statmen tersebut. Berbeda dengan ontologi subjektif yang membutuhkan peran lain didalamnya, contohnya seperti ungkapan perasaan atau insting yang dimana hal ini memerlukan dan tergantung dengan adanya peran sesuatu terlebih dahulu didalamnya.
Lalu dalam sisi epistemologinya ada yang disebut dengan dengan epistemic sense, yaitu suatu statmen yang dimana itu diakui sebagai ontologi objektif namun dapat berperan menjadi ontologi subjektif. Contohnya seperti uang, hampir setiap orang pasti tau kalo lembaran kertas berwajah pahlawan, atau presiden dan memiliki nilai nominal merupakan uang. Hal ini berlaku objektif bagi semua orang, namun peran uang ini dapat dijadikan sebagai alat tukar dalam berbagai kebutuhan seperti membeli barang, makanan, dan kebutuhan lainnya, inilah ontologi subjektif tadi yang dimana didalam uang tersebut terdapat peran yang diberikan atau yang disebut dengan human attitude.  
2. Struktur Logis Sosial
Pembahsan lanjutan dari jaminan sosial tadi merujuk pada pembahasan struktur logis sosial dimana Searle menganggap bahwa suatu ontologi sosial memiliki sebuah struktur logis karena adanya attitude tadi yang merupakan hasil dari realitas sosial. Dalam pembahasannya kali ini Searle menjelaskan bahwa seringkali kita melihat ada banyaknya perbedaan bentuk dalam fakta sosial padahal jika dilihat lebih dalam lagi mereka semua mempunya suatu struktur logis yang simpel. Seperti halnya pada api unggun dan batang besi berkarat, secara lintas kita melihat bahwa kedua hal itu adalah dua fakta yang berbeda, dimana yang satu adalah api menyala panas yang muncul dari kayu terbakar sedangkan yang satu lagi ada suatu besi panjang berkarat, namun dua hal tersebut memilki satu penjelasan simpel yaitu, oksidasi. Hal seperti itu juga sama dalam fakta-fakta sosial yang sering kita temukan, seperti halnya sebuah uang kertas bernilai sepuluh ribu dengan sebuah girl band. Kedua hal itu  memang juga tampak berbeda namun memiliki satu hal yang sama yaitu fungsi status yang dibuat oleh suatu pihak tertentu.
Ada tiga hal penting dalam pembahasan sosial ini yaitu apa yang disebut dengan collectivite intentionality, assignment function dan constitutive rules and procedure. Pertama collectivite intentionality adalah suatu status mental yang diarahkan untuk suatu objek, atau tentang sesuatu yang dibagi oleh beragam individu itu. Lalu yang kedua assignment function adalah suatu beban fungsi yang diberikan untuk kepentingan orang-orang yang terlibat dalam kepentingan tersebut. Sedangkan yang terakhir constitutive rules and procedure adalah suatu aturan yang dihasilkan oleh satu dan dua hal tadi.
Dalam setiap spesies memiliki kemampuan dalam berkerja sama untuk bertahan hidup dalam kebersamaan itu sehingga menyebabkan diperlukan munculnya suatu pembagian kewajiaban atau attitude yang berbeda-beda namun tetap dengan tujuan yang sama. Hal ini adalah yang disebut dengan collective intentionality tadi, dimana hal ini dapat menjadi peran penting dalam teori-teori sosial yang menyatakan adanya tindakan dan kewajiban berbeda-beda dalam sauatu komunitas namun dengan tujuan yang sama. Contohnya seperti permainan sepak bola dimana ada yang disebut kiper, pemain penyerang dan pemain bertahan, peran mereka berbeda-beda dalam permainan itu dimana kipper tugasnya adalah menghalangi bola yang masuk ke gawang, pemain penyeranga adalah orang-orang yang berusaha membawa bola ke gwang lawan dan pemain bertahan berperan sebagai dinding pertahanan untuk menghalangi pemain lawan masuk ke bagian mereka, dari sekian banyak peran tersebut itu semua adalah sebagian dari bagian dalam permainan sepak bola, yang artinya mereka semua sedang melakukan sesuatu dari bagian dalam sepak bola tersebut dengan tujuan yang sama yaitu mencetak goal atau menang dari tim lawan.
Dalam permain sepak bola itu diperlukan adanya pembagian peran atau beban pada setiap individu demi suatu keterarahan tujuan. Dalam setiap individu yang terlibat dalam sepak bola tadi atau colletive intentionality tersebut menghasilkan yang disbut dengan assignment function yang dibebankan secara kolektif dan menghasilkan fungsi status. Contohnya seperti saya yang dibebankan sebagai sorang kiper dalam permainan sepak bola (assignment function) memberikan saya tugas atau fungsi status dimana yang namanya seorang kiper dalam permainan sepak bola adalah menghalangi bola yang berusaha masuk kedalam gawang tim saya, demi tujuan bersama yaitu menang melawan tim sepak bola lawan.
Tentunya bagi Searle, semua fungsi ini tidak selalu atau serta merta ditunjukan secara intrinstik oleh objek yang memilkinya tetapi juga dapat diberikan oleh sosial sehinga setiap fungsi ini berlaku relatif. Ia menyatakan bahwa gagasan mengenai fungsi ini terdiri dari komponen-komponen normatif yang tidak ada dalam gagasan "penyebab", artinya fungsi bukan hanya penyebab dari suatu tujuan tetapi ia juga memberikan jalan agar tujuan itu tercapai.
Selanjutnya Searle juga menjelaskan tetang gagasan membedakan manusia denga spesies lainnya. Disini ia mengatakan bahwa suatu objek yang dibebankan fungsi status bukan karena bentuk dari struktur fisiknya tetapi karena adanya apa yang disebut collevtive intentionality yang memberikan beban sebuah status tertentu sehingga objek yang diberikan fungsi itu dapat menjalankan fungsi tersebut, yang dimana tentu pemberian fungsi ini tidak dapat terjadi jika tidak adanya yang disebut collective acceptance. Contoh kasus yang Searle berikan adalah uang, uang tidak sama seperti pisau yang dimana pisau memilki bentuk dan struktur yang mewakili dia untuk memotong, sedangkan uang tidak menunjukan secara independen bahwa ia adalah alat tukar, namun ia memiliki status sebagai alat tukar karena adanya collective acceptance. Sehingga sebenarnya struktur fisik tidaklah selalu relevan dengan status fungsi dari sesuatu. Contoh yang kedua adalah sebuah tembok yang dimana diketahui pada masa tersebut berguna untuk menjaga suatu masyarakat, namun dibayangkan apa yang terjadi jika suatu saat kedepannya tembok tersebut hancur dan yang tersisah hanya tinggal puing-puingnya saja? Menurut Searle karena adanya collective acceptance yang dimana mereka tau bahwa fungsi tembok tersebut adalah untuk menjaga masyarakat pada masa itu maka fungsi status atau status function masih tetap dimiliki oleh tembok itu meskipun secara fisik tembok itu sudah tidak berdiri kokoh lagi. Dari sini kita juga tau kalau suatu bentuk atau struktur fisik juga tidak relevan dengan fungsi status. Hal inilah yang menurut Searle sebagai pembeda antara manusia dengan spesies lainnya.



Filsafat Sosial (Review bahan bacaan "Social ontology" dari John R. Searle) versi 1

Nama: Fauzan Zahid Abiduloh
Tugas : Filsafat Sosial (Review bahan bacaan "Social ontology" dari John R. Searle)

Tulisan ini penulis rancang sebagai review pemikiran Searle dalam sebuah artikelnya berjudul Anthropological Theory. Artikel ini berisi pemikiran Searle terkait ontologi sosial. Ontologi sosial yang dikaji olehnya, berisi jaminan bagi ilmu-ilmu sosial untuk bekerja, dan berisi pemikirannya mengenai struktur logis sosial manusia yang ia kaji dalam sebuah kajian institusional ontologi yang ia sebut sebagai bagian dari kajian ontologi sosial dan pas untuk membedakan distingsi ontologi sosial manusia dengan species lainnya. Sebagai tambahan, artikel yang direview disini adalah pengembangan dari teori dalam bukunya yaitu The Construction of Social Reality, jadi untuk mengetahui tesis statementnya yang sangat orisinil bisa dibaca dalam buku tersebut.
1.      Jaminan bagi Ilmu Sosial
Searle berangkat dari keyakinan berupa adanya fakta-fakta sosial, seperti uang, sebuah tim sepakbola, suatu Negara, dan fakta-fakta sosial lainnya. Adanya fakta-fakta itu dapat kita verifikasi dengan mudah lewat fakta-fakta empiris, jadi tak ada alasan untuk memperdebatkannya. Yang menjadi menarik adalah, mengapa fakta-fakta itu dinamakan sebagai fakta sosial? Apa yang membedakannya dari fakta lainnya? Kita tahu bahwa matahari selalu terbit dari timur, kita tahu bahwa air jika dipanaskan akan menguap, dan kita juga tahu bahwa air jika didinginkan dalam suhu yang sangat rendah akan membeku, fakta-fakta semacam itu kita ketahui secara pasti adalah fakta-fakta yang begitu adanya, proses dari sebab ke akibatnya tidak bergantung pada seorang rational agent, yaitu manusia, Searle menyebut sebagai observer independent. Disamping itu, kita mengenal suatu fakta lainnya berupa suatu kertas bergambar Patimura dengan label Bank Indonesia yang kita ketahui  secara pasti adalah uang yang nilainya seribu rupiah. Apa yang membedakan keduanya? Jika dalam jenis fakta yang pertama tadi tidak ada campur tangan rational agent, maka dalam jenis fakta yang kedua tadi kita sadari adanya rational agent yang berperan dalam membebankan fungsi pada suatu kertas bernama uang dan menerimanya sebagai alat tukar dalam transaksi ekonomi, Searle menyebut jenis kedua ini sebagai observer relative. Jadi singkatnya kita dapat bedakan suatu fakta adalah fakta sosial dengan menanyakan apakah fakta itu terlepas dari rational agent atau tidak?
Kita sudah tahu bahwa berbagai macam penampakan yang exis secara independen dari rational agent adalah observer independent, sedangkan yang exis bergantung pada rational agent adalah observer relative. Tapi, dalam kenyataannya kehadiran kesadaran dan intensionalitas, fakultas-fakultas yang dimiliki manusia, denganya observer relative bekerja, pada dasarnya adalah fenomena observer independent; perilaku yang dimiliki para conscious agent bukan pada dirinya sebagai observer relative, melainkan observer independent, karna jika ia adalah observer relative bagaimana ada sebuah komunitas yang dapat memanipulasi kealamiahan manusia seperti kesadaran dan intensionalitas, bahkan dalam menjelaskan kesadaran itu sendiri para psikolog, fisioterapi, dan para filsuf masih diambang kebuntuan. Jadi dengan kata lain, eksistensi observer relative dihasilkan atau diciptakan oleh suatu set fenomena mental observer independent.
Bagi Searle, tak dapat dipungkiri, bahwa diskusi-diskusi seputar ontologi sosial klasik banyak berjasa pada pemikiran kita, seperti Max Weber, Georg Simmel, Emile Durkheim, dan Alfred Schutz, bahkan sebelum mereka seperti Hume, Rousseau, dan Adam Smith. Tapi mereka semua memiliki satu kesalahan yang sama, yaitu mereka mengatakan bahwa bahasa sebagai sesuatu yang terberi, sesuatu yang diandaikan begitu saja ada, lalu dengan begitu saja membahas tentang bagaimana terbentuknya sosial. Bagi Searle, kita tak akan dapat memahami apa yang sangat unik dari human society, dibandingkan dengan primata dan sejeinsnya, kecuali jika kita telah mengetahui terlebih dahulu apa yang special dari penampakan bahasa manusia. Jadi bagi Searle, kajian mengenai bahasa sangat dibutuhkan untuk membedah ontologi sosial, bukan hanya dari fungsi bahasa tersebut seperti Bourdieu yang mengatakan bahwa siapa yang menguasai dan dapat mengontrol linguistic categorizations memiliki kuasa atas sosial, bukan juga sepeti Habermas yang mengatakan bahwa ia berfungsi untuk mencapai rational agreement, tapi bagi Searle, kita harus temukan aturan-aturan konstitutifnya, atau dalam kata lain kita harus temukan basis basis- dan fungsi-fungsi fundamentalnya. Bahasan mengenai bahasa akan dibahas di bagian selanjutnya mengingat di bagian pertama ini kita akan menekankan pada jaminan Searle akan bekerjanya ilmu sosial.
Searle mengakui adanya pemilahan antara subjektifitas dan objektifitas, baginya ini jelas, namun akan menjadi ambigu bila diterapkan pada distingsi epistemic sense dan ontological sense. Contoh, statement seperti “Ayi lahir pada tahun 1945” kita kenali sebagai statement yang masuk dalam kategori pengetahuan objektif karna semua orang dapat tahu bahwa itu memang demikian, ini dapat dibedakan dengan statement “Ayi lebih Tampan dari Fristian” yang kita kenali kemudian sebagai sesuatu yang subjektif, dari sini kita dapat dengan jelas bedakan episteme objektif dan episteme subjektif. Sekarang mari kita lihat ontologi subjektif dan objektif, contoh, kita lihat ada pegunungan, hutan, lautan, binatang-binatang semuanya ada secara objektif karena ia independent dari kita, sedangkan kesedihan, kepedihan, kesenangan adalah contoh-contoh dari ontologi subjektif karena keberadaannya bergantung pada kita yang merasakan. Jika sebelumnya kita mengetahui ada yang dinamakan observer relativity yaitu fakta-fakta yang bergantung pada attitude dari rational agents, maka sekarang kita mengetahui adanya ontological subjectivity. Lalu apa kaitannya dengan epistemic sense? Ambilah sebuah contoh, uang bernilai seribu rupiah, yang sudah penulis singgung lebih dulu, adalah sesuatu yang dapat diketahui oleh semua orang secara objektif, namun keberadaan uang itu bernilai seribu dan berstatus sebagai alat tukar bukan karena uang itu sendiri secara fisik menunjukan demikian, tapi karna adanya human attitude yang bekerja dalam membuat aturan formal bahwa itu adalah alat tukar, dan attitude ini kita tahu adalah ontological subjectivity. Artinya apa? Ini menunjukan bahwa observer relativity memang menyebabkan ontological subjectivity, tapi ontological subjectivity tidak menghalangi pengetahuan objektif darinya, epistemic objectivity.
Poin terpenting dari diskusi soal episteme dan ontologi tadi, adalah adanya kesimpulan sah bahwa pengetahuan objektif tidak harus didapatkan dari ontological objectivity. Pentingnya apa? Dalam kajian mengenai ontologi sosial ini menjadi dalih yang sangat penting, setidaknya penulis menganggap demikian, karna apa yang esensial dalam sosial, tentu ini dari Searle, adalah elemen-elemen ontological subjectivity dan dengan demikian kajian ontologi sosial dapat dijamin kebenarannya. Jadi, dalam artian lain, jika tidak mungkin didapatkan pengetahuan objektif dari ontologi sosial, akan menjadi mustahil bagi ilmu sosial untuk bekerja.
2.      Struktur Logis Sosial
Lewat serangkaian jaminan tadi, kita bisa setidaknya mendapatkan basis yang menopang pembahasan selanjutnya terkiat ontologi sosial. Dengan landasan ini pula Searle melanjutkan bahasannya untuk cari struktur logis yang dapat digariskan bagi seluruh fenomena sosial manusia, ada satu goal yang ingin dicapai Searle adalah pembedaan yang jelas antara ontologi sosial manusia dengan hewan dimana ia membahas hal itu lewat institutional ontology sebagai divisi yang khas bagi manusia.
Untuk mengetahui gagasan Searle tentang human society kita perlu mengenal terlebih dahulu Thesis statementnya, yaitu bahwa ontologi sosial manusia mempunya sebuah struktur logis karena human attitude adalah hasil konstitutif realitas sosial dan attitude itu memiliki konten proposisional dengan relasi-relasi logis. Dari sini kita bisa menerka bahwa pemikiran Searle adalah pemikiran strukturalisme dimana human attitude dikonstitusi lewat serangkaian proposisi logis yang menjadi struktur dari sosial itu. Dengan demikian struktur logis yang ia tawarkan, ia jadikan sebuah indikator bagi suatu ontologi sosial apakah dia human society atau bukan. Tentu lewat Thesis Statemennya tadi ia mau buktikan bahwa dari serangkaian bentuk sosial manusia yang ada, yang kita tahu bahwa itu sangatlah beragam satu sama lain, punya satu garis incommon yang dapat menjustifikasi itu sebagai human society. Menurutnya perbedaan bentuk hanyalah perbedaan yang tampak dari permukaannya saja, bila kita selidiki hingga ke bagian di balik permukaan itu kita bisa temukan sebuah struktut logis yang simpel. Seperti sebuah analogi dari ilmu alam, adalah sangat berbeda jika kita melihat api unggun dengan sekop yang berkarat bukan? Yang satu adalah api yang menyala dari kayu bakar, sedangkan yang lainnya adalah logam yang berkarat, tapi dibalik fenomena yang nampak pada kita itu adalah suatu proses yang berasal dari suatu nalar simpel, yaitu adanya oksidasi. Begitu pun dengan sosial, fakta-fakta sosial yang kita temukan sangat berbeda antara uang seribu rupiah dengan sebuah tim sepakbola bernama Persib Bandung, tapi keduanya memiliki hal yang sama, yaitu adanya status function yang dihasilkan oleh collective intentionality lewat assignment of function.
Dalam human society yang dikaji lewat institusional reality sebagai divisi khas ontologi sosial manusia ada tiga komponen penting yang akan penulis coba ringkas disini, yaitu collective intentionality, assignment of function, dan constitutive rules and procedures. Collective intentionality adalah keterarahan mental state terhadap suatu objek, diarahkan, atau tentang sesuatu yang dibagi oleh beragam individu. Assignment of function adalah pembebanan fungsi kepada suatu objek, karena ia sifatnya dibebankan maka fungsi itu tidak dimiliki oleh objeknya secara intrinsik tapi dibebankan untuk kepentingan orang-orang yang terlibat dalam pembebenan secara kolektif. Terakhir, constitutive rules and procedures adalah aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang dikonstitusi dan berlaku berkat adanya status function, dan status function itu sendiri dihasilkan oleh collective intentionality dan assignment of function.
Setiap manusia, bahkan mungkin spesies lainnya, memiliki kemampuan untuk bekerjasama, dan bertahan dalam kebersamaan itu sehingga dimungkinkan adanya pembagian attitude yang berbeda-beda dengan goal yang sama. Kemampuan ini tidak lain adalah collective intentionality, dan ini menjadi penting bagi teori-teori sosial berkat adanya kenyataan bahwa behavior dan attitude dalam suatu komunitas dapat berbeda-beda meski goalnya sama, contohnya adalah seperti memainkan gitar sebagai bagian dari memainkan sebuah band; artinya, saya  melakukan sesuatu sebagai bagian dari kita melakukan sesuatu. Dalam melakukan sesuatu sebagai bagian dari komunitas sosial melakukan sesuatu tentunya disertai pembagian fungsi yang dibebankan demi kepentingan keterarahan itu, oleh karena itu kita butuh fungsi-fungsi yang dibebankan pada setiap individu yang terlibat dalam collective intentionality tersebut, yaitu lewat assignment of function.  Assignment of function ini yang tentunya merupakan pembebanan yang dilakukan secara kolektif, menghasilkan status function. Apa itu status function? Adalah fungsi yang dihasilkan lewat pemberian status pada suatu objek, yang mana objek tersebut tidak secara intrinsik menunjukan statusnya, tapi status itu dikonstitusi oleh sosial lewat assignment of function. Oleh karena itu, statusku sebagai pemain gitar dibebankan oleh bandku, dan karenanya aku dibebani fungsi, untuk mencapai tujuan bersama yaitu memainkan band. Sejauh ini kita bisa lihat bahwa collective intentionality menyebabkan collective assignment of function.
Bagi Searle semua fungsi itu tidak ditunjukan secara intrinsik oleh objek yang memilikinya, tapi diberikan oleh sosial sehingga setiap fungsi adalah observer relative. Tentu kita bisa pertanyakan argumennya ini, tapi ia tak terlalu ambil pusing dengan ini, ia hanya mengatakan bahwa gagasa tentang function terdiri dari komponen-komponen normatif yang tidak ada dalam gagasan tentang causes, dengan kata lain fungsi bukan hanya penyebab suatu tujuan tapi ia juga melayani tujuan itu agar tercapai.
Lebih lanjut, Searle berupaya untuk memberikan sebuah gagasan kunci untuk membedakan manusia dengan spesies yang lainnya. Bagi manusia, objek yang dibebankan padanya status function bukan karena struktur fisiknya, tapi karena adanya collective intentionality yang membebankan sebuah status tertentu sehingga objek yang disematkan status itu dapat menjalankan fungsinya yang mana fungsi tersebut tidak dapat dilakukan tanpa adanya collective acceptance. Contoh kasus favorit Searle adalah uang, uang, tidak seperti pisau yang disematkan padanya fungsi untuk memotong karena struktur pisaunya yang menunjukan demikian, tidak secara mandiri menunjukan bahwa ia adalah alat tukar, tapi ia memiliki status sebagai alat tukar karena adanya collective acceptance. Sehingga disini, struktur fisik tidaklah relevan untuk menunjukan status fungsi dari sesuatu. Kasus yang menarik lagi adalah soal tembok pembatas Negara, pada awalnya tembok itu dibangun tinggi dan kokoh untuk menjaga setiap individu dari masig-masing masyarakat tetap didalam wilayahnya, dari sini kita tahu ada relevansi antara struktur fisik dan status function. Sekarang bayangkan jika waktu telah berlalu dan yang tersisa adalah puing-puing rapuh dari tembok itu, tapi karena adanya collective acceptance bahwa tembok itu memiliki fungsi untuk membatasi mereka, status function itu masih dimiliki oleh tembok pembatas tersebut, dari sini kita bisa lihat bahwa struktur fisik tidak lagi relevan bagi status function yang diterima ada dimiliki oleh tembok itu. Dari sini kita dapat pengetahuan soal apa yang membedakan antara human society dengan spesies lainnya, yaitu adanya penciptaan status function yang tidak lebih adalah hasil dari karya dan kekuatan institusi. Adanya fakta-fakta institusional yang membedakan realitas sosial manusia dengan realitas sosial lainnya.
Karena human society tidak dapat terlepas dari penciptaan status function, maka assignment of function sebagai penyematnya telah menjadi reguler dan karenannya menjadi aturan konstitutif yang berlaku, ia telah menjadi constitutive rules and procedures. Disini Searle mencoba untuk memberikan rumusannya, baginya rumus assignment of function yaitu X counts as Y in context C. Sesuatu sedemikian rupa dianggap sebagai uang bernilai seribu rupiah di Indonesia, Obama dianggap sebagai presiden Amerika Serikat, inilah contoh dari adanya sesuatu yang sedemikian rupa dianggap memiliki status dalam suatu kontek tertentu. Lebih jauh, untuk menjamin dengan formula ini dapat dibedakan realitas sosial manusia dengan spesies lainnya, Searle mengatakan bahwa rumusannya ini dapat berkembang lebih tinggi levelnya, artinnya kita tidak hanya memiliki satu fakta institusional tapi kita punya satu seri fakta-fakta institusional yang saling menjaga satu sama lain.
Apa pentingnya itu semua? Apa pentingnya status fungsi itu? status fungsi adalah motor yang menggerakan kekuatan sosial, karena dengan menerima status fungsi itu kita menerima serangkaian obligasi, hak-hak, tanggungjawab, dan hal lainnya, ini yang kemudian disebut sebagai deontic power. Bagi spesies selain manusia, tak dapat ditemukan adanya deontic power. Tapi apa pentingnya deontic power itu? deontic power ini memberikan alasan bagi manusia untuk berperilaku dalam sosial, untuk mengenal mana yang namanya kewajiban, hak, otoritasi, dan semacamnya. Sekilas kita bisa lihat bahwa ada teori etika deontology I. kant disini, tapi untuk mempertanyakan orisinilitas argumennya Searle bukan bahasan yang penting, karena poin pentingnya adalah bahwa dalam human society dapat ditemukan struktur deontis yang memungkinkan adanya desire-independent reasons untuk berperilaku. Ini lah yang tidak ditemukan dalam kerajaan hewan, dimana hewan tidak memiliki deontology.

Jadi mari kita ringkaskan, bahwa adanya status function, deontic power, dan desire-independent reason untuk berperilaku adalah elemen-elemen yang membedakan realitas sosial kita dengan spesies lainnya. 

Jumat, 16 Januari 2015

Teori plato tentang Kebudayaan versi saya

Menurut Plato budaya adalah "pembebasan jiwa"
sedangkan penjelasannya adalah menurut saya sendiri.
Langsung saja saya bahas tentang apa yang dimaksud dengan budaya menurut Plato adalah "Pembebasan Jiwa". Dari sini saya akan membahasanya satu persatu tentang apa yang dimaksud dengan pembebasan dan apa itu jiwa? Serta mengapa itu berhubungan dengan kebudayaan? Menurut pemikiran saya sendiri.
Pertama pembebasan, apasih yang dimaksud dengan pembebasan itu? Menurut saya pemebasan itu adalah membebaskan yang dimana kata yang utuhnya bersal dari bebas. Bebas itu sendiri menurut saya adalah "kosong" yang dimana tidak apa-apa dan tidak terbatas, seseorang pernah mengatakan kepada saya bahwa hari kita lahir adalah hari terakhir dimana kita merasakan kebebasan. Dari situ saya menganggap bahwa saat kita hidup dan mulai menjalani hari sesungguhnya kita tidak pernah bebas, bebas yang sesungguhnya adalah saat dimana kita belum dilahirkan. Namun beberapa orang menyangkal bahwa yang dimaksud dengan bebas adalah bebas memilih, mereka bilang bahwa ketika kita hidup kita bebas untuk memilih. Nah dari situ saya mencoba menanyakan kembali, jika bebas itu adalah pilihan maka bukannya justru karena ada pilihan itulah kita tidak bebas? Memilih dan dipilih? Dimana letak kebebasannya? Jikapun tidak memilih dan tidak dipilih tetap saja tidak ada kebebasan disana karena masih ada "milih" itu sendiri.  Jadi Menurut saya begini, yang dimaksud dengan kebebasan utuh itu adalah kosong yang tek terhingga dalam artian semua ada dalam kebebasan itu termasuk dengang pilihan, kemauan, keinginan, dan memilih sesungguhnya sudah ada dalam kebebasan itu sendiri. Jadi analoginya itu seperti ini agar dapat dipahami : pertama saat kita belum lahir, itu adalah saat dimana kita berada dalam kebebasan yang paling utuh karena kita sedang berada pada saat dimana semua bisa saja. Lalu kita lahir, itu adalah pilihan yang kita pilih dari kebebasan yang kita punya dan kita kehilangan memilih untuk tidak lahir tapi dari kelahiran itu kita memiliki kebebasan baru lagi untuk berkembang dalam kehidupan.  Setelah kita lahir dan berkembang, kita memiliki kebebasan untuk memilih tindakan apa yang kita inginkan selanjutnya, misalnya kita memilih untuk mempacari salah satu perempuan maka dengan begitu kita telah kehilangan kebebasan untuk mempacari atau mecari perempuan lain namun kita punya kebebasan baru lagi yaitu kita bebas atas pacar kita sendiri. Jadi kebebasan bukanlah pilihan tetapi kebebasan adalah kekosongan yang meliputi semuanya termasuk pilihan itu sendiri.
Lalu apa sih yang dimaksud dengan jiwa? Bagi saya ada dua anggapan tentang jiwa ini tergantung dari realitasnya. Pertama jika diketahui bahwa jiwa dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain maka pastinya jiwa itu adalah materi sedangkan jika memang tidak dapat dipindahkan dari sutau tempat ke tempat lainya maka dapat dimungkinkan bahwa jiwa itu adalah "ide". Tetapi posisi saya disini adalah materialsm yang artinya saya lebih percaya bahwa jiwa adalah materi. Mengapa materi? Padahal realitanya, saya sendiri juga belum tau pasti dapat atau tidaknya suatu jiwa dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lainya. Bagi saya jika jiwa itu memang benar ada maka jiwa itu berada diseluruh bagian mahluk itu, bagaiman saya bisa yakin? Itu karena aura, karisma dan suara, serta hal lainya yag dipancarkan oleh mahluk itu. Aura yang keluar dan menghasilkan warna itu adalah hasil dari jiwa, karisma adalah pancaran dari jiwa dan suara itu sendiri adalah materi yang merupakan perpanjangan dari jiwa. Gampangnya jiwa itu adalah semacam suatu energi yang berada pada sekujur tubuh mahluk.  Dia adalah semacam zat halus yang menyebabkan adanya relasi dengan zat lain. Contoh gampangnya mungkin seperti ini. Jika seseorang sedang melihat lawan jenisnya lalu orang ini jatuh cinta lalu otaknya merespon disuatu bagian tertentu lalu dari otaknya merespon kesegala tubuhnya sehingga orang ini merasa senang nah maka peran jiwa disini adalah memancarkan kesenangannya ini sehingga saat orang ini bertemu dengan temannya maka terkadang temannya akan mengatakan "keliatanya kamu lagi senang nih" secara kasat mata orang itu bisa bilang senang karena melihat dengan indranya, padahal tanpa disadari itu secara gak langsung di akibatkan oleh jiwa yang dipancarakan dan jiwa yang menerima pancaran itu, secara tidak langsung zat mereka berdua saling berkontraksi menukar informasi.

Nah lalu di bagian terakhir saya akan menjelaskan hubungan kedua hal itu dengan budaya. Sebenarnya saya setuju dengan arti budaya adalah pembebasan jiwa menurut Plato, namun saya kurang setuju dengan penjelasannya karena saya sendiri juga tidak tau penjelasannya Plato tentang pembebasan jiwa itu sendiri. Jadi saya sendiri juga merasa seperti tidak setuju tanpa alasan yang jelas hehe... penjelasan dari saya adalah, budaya adalah usaha untuk membebaskan jiwanya dalam artian ketika suatu mahluk ingin mengembangkan dirinya, mengaspresiasikan, mengeksiskan dirinya, bagi saya itu sudah termasuk budaya. Budaya adalah semua hal dan bentuk upayah untuk membebaskan jiwanya dan memancarkan jiwanya. Dalam kasus yang saya bahas misalanya perempuan yang melepas kerudungnya, itu adalah suatu bentuk kalo jiwanya ingin lepas dari kerudung itu atau malah tanpa disadari saat dia memakai kerudung sesungguhnya dia merasa tidak bebas, tidak dapat mengekspor dirinya makanya dia lepas kerudungnya untuk membebaskan jiwanya yang selama ini terpendam oleh kerudung tersebut. Atau misalnya ditemukan bahwa ada perempuan berjilbab tetapi gaya bicaranya malah kasar, merokok, dan suka sex, mungkin tanpa disadari sebenarnya perempuan itu terkekang oleh keadaan sosial atau keluarganya sendiri dimana dia harus diwajibkan untuk berkerudung, padahal karena berkerudung itu dia malah merasa tidak nyaman dan tidak bebas, maka  hal-hal seperti berbicara kasar, merokok dan yang lainnya itu secara tidak langsung malah menjadi pelampiasan akibat dari ketidak bebasan jiwanya.  

Filsafat Ilmu (Positivisme Logis)

Nama : Dimas rizky Akbary
NPM : 1306371400
Tugas : Filsafat Ilmu (Positivisme Logis)
Untuk penjelasan "Positvisme Logis", kita harus tau dulu apa itu "Positivisme". "Positivisme" adalah sebuah paham yang berkembang di masyarakat Eropa pada awal abad ke-19 sampai ke-20. Positivisme itu sendiri sebenarnya adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisika. Positivisme awalnya adalah sebuah filsafat yang menyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktualfisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari.
Pemahaman Positivisme ini dicetuskan pada pertengahan abad ke-19 oleh salah seorang pendiri ilmu sosiologi yaitu "Auguste Comte". Ia percaya bahwa dalam alam pikiran manusia melewati tiga tahapan yaitu tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap positivisme. Pertama tahap yaitu Teologis, Dalam tahap ini peristiwa-peristiwa dalam alam dijelaskan dengan istilah-istilah kehendak atau tingkah dewa-dewi. Dalam semua peristiwa alam diyakini bahwa ada kekuatan supranatural yang mengatur dan menyebabkan semua kejadian alam. Lalu yang kedua adalah tahap metafisik, Di tahap ini peristiwa-peristiwa tersebut dijelaskan melalui hukum-hukum umum tentang alam. Dikatakan juga sebagai modifikasi dari tahap Teologis, bedanya pada tahap ini kekuatan dewa-dewi diganti oleh entitas metafisik yang dianggap ada pada setiap benda.  Dan tahap yang ketiga adalah positivisme, ini merupakan tahap berpikir real, faktual dan nyata sebagai dasar pengetahuan, dalam tahap inilah semua peristiwa-peristiwa dijelaskan secara ilmiah. Comte berpendapat bahwa ini merupakan puncak dari tahap pemikiran manusia, ia mengartikan bahwa Positivisme sebagai segala sesuatu yang nyata, yang jelas, yang pasti dan bermanfaat.
Namun sayangnya pemahaman Positivisme ini dianggap mengandung beberapa kelemahan yaitu, Reduksi realitas pada fakta yang teramati telah menyingkirkan dimensi dan prefektif lain, dan memandang manusia hanya sebagai objek. Pandangan seperti itu tidak dapat dibenarkan. Lalu yang kedua, Positivisme tidak mengakui sifat kontigensi, relativitas dan historisitas (rasio) manusia. Lalu Positivisme juga tidak mampu menjelaskan keberagaman budaya dan keuinikan manusia seperti budaya lokal, etnis, agama, dan kultur. Karena itu Positivisme ditolak oleh pendukung Post-Positivisme dan Postmodernisme, serta dalam ilmu sosial-budaya, Positivisme banyak di kritik dan ditinggalkan. Lalu kepercayaan Positivisme ini bahwa ilmu pengetahuan akan membawa kepada kemajuan ternyata di sisi lain juga membawa pengaruh yang negatif seperti persaingan senjata/perang, kesenjangan antara negara kaya dan miskin, masalah ekologi dan lain-lain. Maalah ini juga merupakan kritik dari kaum Post-Positivisme terhadap Positivisme yang sangat mempercayai bahwa ilmu pengetahuan dapat menciptakan keadilan, kemakmuran dalam masyarakat modern. Ilmu pengetahuan dan teknologi memang bisa memberi kemudahan dan harapan bagi umat manusia, namun di sisi lain juga membawa dampak negatif (bersifat Ambivalen).

Sejak saat itu munculah dengan paham yang disebut "Postivisme Logis". Postivisme logis adalah suatu faham filsafat ilmu pengetahuan yang dimulai oleh Lingkaran Wina. Mereka menggabungkan beberapa aspek dari positivisne August Comte dan Ernest Mach dengan berapa aspek filsafat analitis. Terutama mereka terpengaruh oleh filsafat bahasa Wittgenstein. Lingkaran Wina merupakan sekumpulan ilmuan yang membahas mengenai ilmu pengetahuan. Positivisme Logis dipopulerkan di inggris oleh A.J. Ayers.  Beberapa tokoh filsafat analitik seperti Bertand Russel mulai mengemukakan istilah "Data Indrawi" sebagai suatu hal yang tidak dapat diragukan oleh semua aliran filsafat ilmu pengetahuan. Dia menolak Idealisme dengan menyatakan bahwa apa yang saya ketahui tidak dapat direduksi pada kesadaran saya mengenainya. Beberapa tokoh filsafat analitik menganggap bahwa idealisme itu bertentangan dengan akal sehat. Menurut mereka filsafat harus berpijak pada akal sehat dan alatnya adalah analisis. Dalam pandangan tokoh-tokoh positivisme logis atau fisafat analitik, pernyataan ilmiah harus disusun berdasarkan data indrawi, karena itu bahasa ilmiah dapat dianalisis benar tidaknya berdasarkan verifikasi faktual. Dalam pandangan mereka, hanya ada dua model bahasa yang rasional (bisa dibuktikan benar atau salah) yaitu kalimat atau proposisi analitis dan proposisi sintetis. Proposisi analitis adalah pernyataan logika dan matematika sedangkan sintetis berdasarkan fakta (pengalaman).
Tujuan dari Positivisme dan positivisme Logis sebenarnya adalah untuk menghancurkan filsafat dan metafisika, kecuali filsafat yang dapat menjadi dasar bagi ilmu pengetahuan absolud. Positivisme membatasi bahsa ilmiah hanya pada dua hal yaitu bahasa faktual dan pernyataan logis matematis. Anehnya, kriteria tentang batas bahasa yang dikemukakan oleh tokoh positivisme logis itu sebenarnya bukan didasarkan oleh verifikasi empiris melainkan diterima begitu saja. Maka dari itu Sayangnya, Postivisme Logis memiliki kelemahan yang fatal. Ini disebabkan karena jika semua pernyataan yang tidak bisa diverifikasi tidak memiliki makna maka Positivisme Logis juga tidak memiliki makna karena pernyataan Positivisme Logis sendiri  sama sekali tidak bisa diverifikasi maka dari itu Positivisme Logis tidak bermakna.
Kesimpulannya, Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisika. Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka dari itu sebenarnya tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Menurut saya suatu kebenara tetap bernilai benar meskipun tidak ada satu orangpun yang mempercayainya dan kesalahan tetaplah salah walaupun semua orang mempercayainya. Namun dalam ruang lingkup sosial hal itu sangat sulit berlaku karena disana  benar atau salahnya suatu hal tidak dapat benilai absolud atau universal, sesuatu dapat menjadi benar jika mayoritas ataupun pihak berkuasa saat itu menyatakan benar hal itu dan sesuatu bisa menjadi salah jika mayoritas dan pihak berkuasa menyatakan hal itu salah.


Referensi :
Buku Filsafat Ilmu - Dr. Akhyar Yusuf Lubis
www.philosophypages.com
catatan kuliah filsafat ilmu
pemikiran sendiri

Filsafat Ilmu sedikit pembahasan mengenai buku the grand design

Nama : Dimas Rizky Akbary
NPM : 1306371400
Tugas : Filsafat Ilmu
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas suatu buku yang berjudul "The Grand Design" yang di buat oleh Stephen Hawking. Pembahasan ini bertujuan untuk perbaikan nilai dalam mata kuliah filsafat ilmu. Dalam buku ini, singkatnya Stephen Hawkin sepertinya ingin menjelaskan tentang asal-usul jagad raya. Awal terbentuknya jagad raya dan bagaimana terbentuknya.
Bagi Stephen Hawking dalam M-Theorynya, jagat raya kita bukanlah satu-satunya jagat raya, melainkan ada banyak jagat raya yang diciptakan dari ketiadaan. Penciptaan banyak jagat raya tidak memerlukan intervensi suatu makhluk supernatural atau allah melainkan muncul dengan sendirinya dari hukum fisika, terprediksikan oleh sains.
Dalam buku ini yang membuat saya tertarik adalah ketika Stephen Hawking menjelasakan tentang "The Game of Life" ini bukanlah sebuah game tapi merupakan suatu hukum yang mengatur jagad raya. Hukum dalam game ini dijadikan sebgai contoh untuk menjelaskan tentang realita dan ciptaan. Dalam hukum ini, jagad raya dianggap sebagai papan catur yang melebar tanpa batas. Lalu ketika jagad raya ini mulai membentuk kondisi awal maka yang menentukan selanjutnya kedepan adalah hukum-hukum dalam jagad raya itu sendiri.
Namun pada bagian terakhirnya muncul pertanyaan, bagaimana seluruh jagat raya dapat diciptakan dari ketiadaan? Jawabannya tidak lain karena ada suatu hukum seperti gravitasi. Tetapi jawabany seperti itu malah terasa aneh bagi saya, bagaimana dengan benda-benda langit seperti bintang-bintang dan lubang-lubang hitam tidak mungkin itu muncul begitu saja dari ketiadaan. Tetapi bagi Stephen Hawking itu semua karena ada suatu hukum seperti gravitasi, jagat raya dapat ada dan akan menciptakan dirinya sendiri dari ketiadaan. Penciptaan spontan adalah alasan mengapa ada sesuatu ketimbang tidak ada apapun, mengapa jagat raya ada, dan mengapa kita ada.
Dari penjelasan tersebut saya masih merasa bingung, saya merasa masih ada sesuatu yang hilang atau tidak terjelaskan. Seperti bagaimana sesuatu keadaan yang disebut ketiadaan tiba-tiba bisa muncul hukum gravitasi? Apakah ini semua terjadi hanya karena kebetulan? Atau hanya karena kondisi dan keadaan yang mendukung maka secara tiba-tiba jadi? Benarkah kehidupan muncul dengan cara seperti itu? Saya merasa kalo ini agak absurd. Bagaimana mungkin suatu keadaan yang tidak ada apa-apa menjadi ada apa-apa dengan segala kekompleksannya.
Anggap saja begini, jika dari keadaan yang tenang dan seimbang seperti ketiadaan itu lalu secara tiba-tiba ada sentuhan lain yang mengacaukannya (garvitasi) maka dari mana asal sentuhan itu? Lalu setelah mereka berdua, baru munculah energi-energi baru. Lalu entah mungkin karena mereka saling berbenturan, bermutasi, atau bertransformasi. Saya tidak tau secara pasti tetapi banyak teori yang menyebutkan seperti itu namun faktanya belom pernah ada yang bisa membuktikannya kalo suatu energi seperti atom misalnya dapat bermutasi atau bertransformasi. Nah, singkatnya para energi ini ada berubah menjadi berbagai macam bentuk, salah satunya menjadi protein misalnya lalu protein berubah menjadi manusia. Masalahnya manusia ini adalah mahluk hidup, dia berpikir, dan dia dapat mengingat. Masalahnya bagaimana mungkin suatu energi atau zat bisa  melakukan itu? Dan yang paling parahnya lagi bagaimana dengan masalah kesadaran? Dari mana asalnya kesadaran manusia ini? Apakah mungkin sauatu energi dapat memunculkan kesadaran? Apakah jangan-jangan energi itu sendiri adalah pecahan dari kesadaran? Jika begitu maka pasti ada suatu kesadaran yang tingkatnya lebih tinggi lagi dari jagad raya ini sendir. Jika para energi yang jumlahnya sangat banyak itu mampu membuat manusia dan mahluk hidup lain, bukan tidak mungkin pastinya ada mahluk hidup lain di luar sana yang bisa jadi lebih hebat dari manusia.
Jika asumsi ini logis, lalu bagaimana dengan sesuatu yang menghasilkan energi ini tadi? Jangan-janga memang dari awal sudah ada yang memiliki kesadaran. Jika iya, maka mungkin saja ada kesadaran lain yang levelnya lebih tinggi karena bahan pembentuknya pasti lebih komplek. Lalu muncul lagi pertanyaan baru, dari mana datangnya sesuatu yang memiliki kesadaran luar biasa ini? Akan terus ada pertanyaan tentang sebab akibat. Maka dari itu tidak ada salahnya jika sebagian orang ada yang menganggap bahwa si energi paling awal dan kuat ini adalah Tuhan.
Jika begitu, bagi saya yang menganut paham pantheism dan jika memang yang menyebabkan semua ini adalah si energi itu maka energi itu sepertinya hanya melakukan transformasi dari dirinya sendiri. Bagaimana jika si ketiadaan itu sendirilah adalah energi itu lalu dia mentransformasikan dirinya yang seakan-akan seperti ada gaya dari luar lalu dari itu semua muncul atau menyebarlah energi-energi itu. Dan selanjutnya seperti yang tadi saya jelaskan, energi itu saling berkontraksi, bermutasi lalu berubah menjadi berbagai macam hal lainnya hingga jadilah manusia seperti kita sekarang ini. Maka analoginya seperti ini, jika kita mengambil air laut dengan ember dan membawanya ke rumah, apakah air di dalam ember tersebut tidak bisa dikatakan sebgai air laut lagi? Jika boleh maka tidak ada salahnya jika kita juga bisa menganggap bahwa diri kita sendiri adalah tuhan.
Maka bagi saya justru salah jika menganggap bahwa jagad raya ini tercipta dari ketiadaan karena sesungguhnya ketiadaan itu sendiri adalah energi itu. Jadi alam sebenarnya tidak pernah diciptakan tetapi hanya ditransformasikan dari enerji awal itu tadi. Semua ini adalah bagian darinya, dan bukanlah ciptaan dari siapapun.

Referensi :
Buku Stephen Hawking "The Grand Design"

Pemikiran sendiri

Filsafat Modern

Nama: Dimas Rizky Akbary
NPM: 1306371400
UTS: Filsafat Modern
Filsafat Modern adalah salah satu mata kuliah dalam jurusan filsafat, mata kuliah ini membahas tentang pandangan, metode, teori, serta pemikiran para filsuf pada masa abad modern. Kali ini saya akan membahas secara ringkas tentang Subjektivitas, Pengetahuan, Negara dan Realitas dari beberapa filsuf pada masa itu. Pembahasan ini dibuat dengan maksud untuk memenuhi ujian tengah semester.
·         Subjektivitas oleh Rene Descartes
Rene Descartes adalah seorang filsuf, matematikawan  Perancis dan penulis. Dia dijuluki "Bapak Filsafat Modern" dan "Bapak Matematika Modern".  Rene Descartes lahir  31 Maret 1596 di Prancis dari sebuah keluarga borjuis. Ketika ia berusia satu tahun, ibunya Jeanne Brochard meninggal. Ayahnya Joachim adalah anggota dari Parlement of Brittany di Rennes, Parlemen Inggris dan memiliki tanah yang cukup luas (borjuis). Ketika ayah Descartes meninggal dan menerima warisan ayahnya, ia menjual tanah warisan itu, dan menginvestasikan uangnya dengan pendapatan enam atau tujuh ribu franc per tahun.
Teori subjektivitas dari Descart adalah dualisme, dia menganggap bahwa mind dan body adalah dua hal yang berbeda, Descartes mengembangkan sebuah teori bahwa jiwa adalah imaterial, substansi non ekstensi yang terlibat dalam berbagai kegiatan seperti pemikiran rasional, khayalan, perasaan dan keinginan. Materi atau substansi ekstensi tunduk dalam hukum-hukum fisika dalam kerangka mekanistik dengan perkecualian tubuh manusia yang dipercaya. Descartes dipengaruhi oleh pikiran manusia dan mengakibatkan keadaan mental tertentu. Contohnya seperti tangan kita yang terpukul oleh palu pada jari menyebabkan rasa sakit di pikiran. Bagian dari teori Descartes yang bersifat dualistik inilah memunculkan permasalahan bagaimana interaksi sebab akibat diantara keduanya ini menjadi mungkin. Bagi Descart, dia mengklaim bahwa pikiran dan tubuh berinteraksi di glandula spienalis yang terletak di ruas tulang belakang.
·         Pengetahuan oleh Rene Decartes
Pada penjelasan pengetahuan, Menurut Rene Descartes pengetahuan adalah sesuatu yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya. Metode yang digunakannya adalah meragukan semua pengetahuan yang ada hingga ia mendapatkan kesimpulan bahwa ada tiga pengetahuan yang bisa diragukan, yaitu:
- Pengetahuan yang berasal dari pengalaman inderawi. Contohnya seperti kayu lurus yang dimasukkan ke dalam air maka akan kelihatan bengkok.
- Fakta umum tentang dunia seperti api itu panas dan benda yang berat akan jatuh.
- Prinsip-prinsip logika dan matematika. Ia menyatakan bagaimana jika ada seorang makhluk yang bisa memasukkan ilusi ke dalam pikiran kita, seperti di dunia matrix.
Menurut Decrates, eksistensi pikiran manusia adalah sesuatu yang absolut dan tidak dapat diragukan. Sebab meskipun pemikirannya tentang sesuatu salah, pikirannya tertipu oleh suatu matriks, ia ragu akan segalanya. Oleh karena itu tidak dapat diragukan lagi jika pikiran itu eksis. Sedangkan pikiran menurut Descartes adalah suatu benda berpikir yang bersifat mental, bukan bersifat fisik atau material.
·         Negara oleh Thomas Hobbes dan Jhon Locke
Thomas Hobbes adalah filsuf yang lahir di Inggris pada tahun 1588-1679. Dia adalah pemikir yang lahir pada masa perang. Dia memberikan sumbangan pemikiran yang sosial-politik. Ia menulis buku yang berjudul Leviathan yang menjelaskan pandangannya tentang kehidupan manusia didalam kodratnya yang bersifat "terpencil, miskin, kejam, dan memiliki sifat kebinatangan. Sedangkan Jhon Locke telah saya bahas latar belakanya pada bagian sebelumnya. Teori dari kedua tokoh ini mengasumsikan adanya keadaan alamiah yang terjadi sebelum manusia mengenal negara. Keadaan alamiah itu merupakan keadaan dimana manusia masih bebas, belum mengenal hukum dan masih memiliki hak asasi yang ada pada dirinya. Akan tetapi karena akibat pekembangan kehidupan yang menghasilkan kompleksitas kebutuhan maka manusia membutuhkan sebuah kehidupan bersama.  Dimana dibentuk berdasarkan perjanjian bersama untuk menyerahkan kedaulatan kepada sekelompok orang yang ditunjuk untuk mengatur kehidupan bersama tersebut.
Perbedaan antara Hobbes dan Locke adalah pada penyerahan hak dalam kontrak social. Menurut Hobbes masyarakat harus dengan mutlak menyerahkan seluruh haknya kepada pemerintah, sedangkan menurut Locke ada hak-hak yang tidak bisa diserahkan manusia kepada pemerintah yaitu life, liberty dan estate
·         Realitas oleh Jacques Rousseau.
Jean-Jacques Rousseau lahir 28 Juni 1712 di Jenewa, Swiss. Rousseau berpendapat bahwa manusia mempunyai keadaan alamiah atau keadaan asli dalam dirinya sebagai suatu individu yang bebas atau merdeka tanpa adanya suatu intervensi atau paksaan dari manapun. Meskipun manusia memiliki kebebasan tetapi mereka tidak menaklukkan sesamanya karena sifat alami manusia yang netral yaitu tidak baik dan tidak buruk.
Menurut Rousseau, manusia abad pencerahan sudah mengubah dirinya menjadi manusia rasional. manusia rasional hanya mementingkan factor material untuk memenuhi kebutuhan dirinya. factor-faktor non-materail berupa perasaan dan emosi mengalami pengikisan yang berakibat manusia seolah-olah hanya bergerak menurut rasionya saja. Abad Pencerahan menurut Rousseau adalah abad pesimisme total. Pemikir-pemikir pencerahan, perkembangan teknologi dan sains menyebabkan dekadensi moral dan budaya .Akibatnya, manusia menjadi rakus dan tamak sehingga terjadi kerusakan dan penghancuran besar-besaran bagi keberlangsungan manusia, baik itu alam maupun manusianya sendiri. Oleh sebab itu, Rousseau berpikir bahwa manusia seharusnya kembali pada kehidupannya yang alamiah yang memiliki emosi dan perasaan untuk mencegah dan terhindar dari kehancuran total. Pemikiran inilah yang menjadi cikal bakal dari aliran Romantisme yang berkembang di eropa.


Sumber:
Catatan Kuliah
Buku filsafat Ilmu (Dr. Akhyar Yusuf Lubis)
PPT Kuliah
Pemikiran Sendiri
http://kolom-biografi.blogspot.com